Jakarta - Legalitas ojek online (ojol) masih belum jelas hingga saat ini. Sebab, belum ada payung hukum yang menjadikan ojol sebagai angkutan umum.
Terkait hal itu, Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani mengatakan, revisi Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas).
Menurutnya, kemungkinan status ojol akan dibahas dalam payung hukum ini. Saat ini, pihaknya tengah menunggu DPR untuk memulai pembahasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu teman-teman sudah memahami UU 22 sudah masuk Prolegnas, kita tinggal menunggu kapan DPR memulai pembahasan mengenai UU 22, mungkin nanti akan dimasukkan bagaimana ojol seperti apa, ini tinggal kita lihat nanti," katanya di Kemenhub, Jakarta Pusat, Selasa (21/1/2020).
Meski demikian, ia meyakini, perdebatan akan alot. Sebab, banyak yang setuju, banyak juga yang tidak setuju ojol jadi transportasi umum.
"Perdebatan cukup alot saya yakin. Terkait apakah ojol masuk angkutan umum atau tidak, pasti pertama di situ, banyak setuju, banyak juga yang nggak setuju. Kita lihat perkembangan DPR," ujarnya.
Apa kata DPR terkait UU Nomor 22 Tahun 2009 yang mau direvisi?
DPR Mau Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009
Keinginan driver agar ojol dijadikan transportasi umum sedang dalam proses. Komisi V DPR RI sendiri sudah mengusulkan agar UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan direvisi dan ojol dimasukkan ke dalam golongan transportasi umum.
"DPR melalui Komisi V sudah mengusulkan revisi UU 22 tahun 2009," kata Pimpinan Komisi V dari Fraksi PDIP Lasarus di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Lasarus menjelaskan, saat ini keputusan sedang dibahas di Badan Musyawarah (Bamus). Revisi UU 22 tahun 2009 akan didorong di rapat paripurna untuk segera direvisi. Lasarus memastikan, proses revisi akan dilakukan tahun ini.
"Posisinya sekarang sedang dibahas di Bamus hari ini untuk didorong ke paripurna. Manakala nanti sudah ditetapkan oleh paripurna bahwa UU ini dilakukan revisi, maka dalam waktu dekat pimpinan DPR akan membuat surat ke presiden. Dari presiden nanti menunjuk kementerian mana yang akan membahas bersama DPR, saat itulah UU ini mulai dibahas. Kami pastikan 2020 pengaturan tentang angkutan daring ini segera akan kita masukkan dalam revisi," terang Lasarus.
Driver Ojol Bayar Pajak Tak Pernah Terima BuktiPerkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) mendesak pemerintah agar profesi sebagai driver ojek online (ojol) dibuatkan payung hukum yang jelas. Selama ini, status driver ojol yang tidak jelas dirugikan para driver.
Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono mengatakan, sejak 2016 driver ojol sudah dikenakan pajak sebesar 6% oleh salah satu aplikator.
"Sejak 2016 (sudah dikenakan pajak oleh) Grab saja. Penghasilan mereka (driver) selama sebulan diakumulasi lalu dipotong 6% sesuai PPh (pasal) 21," kata Igun di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Igun menjelaskan, setiap driver yang penghasilannya sudah atau di atas Rp 4,5 juta otomatis dikenakan pajak.
Namun begitu, sebagai karyawan taat pajak, para driver ojol merasa tidak pernah dimintakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh aplikator tersebut. Sehingga ke mana larinya pajak tersebut dipertanyakan oleh para driver.
"Kita nggak pernah ngisi NPWP, kita nggak pernah ngisi formulir pajak, bukti setor pajak pun tidak ada. Kalau pun dipotong (terus) dibayarin atas nama siapa? karena nggak ada bukti setor dan teman-teman (driver) nggak pernah dimintain NPWP. Jadi kalaupun dibayar ini atas nama aplikator atau driver? Kalau atas nama driver nggak mungkin," ucapnya.
Driver Ojol Curhat Baru Mulai Kredit Motor, Eh Diputus MitraKetua Umum Gaspool Lampung Miftahul Huda menganggap aplikator selama ini semena-mena dengan driver karena asal pecat. Miftahul bercerita, ada driver yang baru kredit motor demi kerja menjadi driver ojol namun tiba-tiba diputus mitra.
"Kami baru ngambil motor, kredit motor, tahu-tahu diputus mitra, kita tanya alasannya sistem. Itu karena tidak ada aturan tentang kemitraan," kata Miftahul di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Selain itu, perwakilan dari Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Ari mengatakan selama ini aplikator merekrut driver tidak ada perjanjian yang mengikat. Sehingga saat ada kesalahan dari aplikator, para driver tidak bisa menempuh jalur hukum.
"Masalah perekrutan driver selama ini aplikator merekrut tanpa ada sistem perjanjian yang mengikat. Saat ini driver mendaftar hanya tanda tangan satu lembar kertas. Kita tidak tahu sanksinya apa, aturannya apa. Makanya untuk payung hukum kita sangat mendorong agar benar-benar memperhatikan kita," pintanya.
Lebih lanjut, Ari bilang, selama ini tidak ada perlindungan keselamatan berupa asuransi dari aplikator. Yang ada, driver ojol memiliki BPJS Kesehatan yang dibayar oleh masing-masing individu.
"Saat driver mengalami kecelakaan tidak ada aplikator memperhatikan perlindungan. Driver sendiri hanya memilik asuransi BPJS Kesehatan, ini kita sendiri yang bayar," ucapnya.
Simak Video "Video: Driver Ojol Ancam Gelar Aksi Lebih Besar Jika Regulasi Tak Berubah"
[Gambas:Video 20detik]