Perkembangan layanan uang dan dompet elektronik di Indonesia semakin pesat. Hal ini tercermin dari menjamurnya layanan pembayaran menggunakan handphone tersebut.
Presiden Direktur Visionet Internasional (OVO) Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan, pasar layanan uang dan dompet elektronik di Indonesia akan mengikuti jejak China dan India.
"Kenapa China dan India?, karena di negara seperti Amerika dan Eropa mereka penetrasi banknya besar, kartu kreditnya luar biasa," kata Karaniya kepada detikcom, Minggu (26/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, salah satu pendiri Alipay menyampaikan jika topografi keuangan di Indonesia saat ini sama seperti China 10 tahun yang lalu.
"Karena penetrasi perbankan tidak tinggi, banyak sekali masyarakat yang unbank dan underbank di situlah fintech masuk melayani mereka," jelas dia. Pelayanan ini termasuk dengan produk lain seperti kredit sampai produk pasar modal.
Karaniya menjelaskan, saat ini OVO fokus menggarap serius financial services. Dia menjadikan OVO tak hanya menyediakan layanan pembayaran tetapi juga masuk ke lending yang targetnya adalah usaha kecil menengah.
Selain itu, masyarakat juga bisa menggunakan uang elektronik untuk membeli reksa dana, obligasi pemerintah sampai asuransi.
Berdasarkan laporan Morgan Stanley tahun lalu disebutkan transaksi non tunai Indonesia tercatat naik signifikan menjadi 7,3% pada 2018 dari tahun sebelumnya 2,1%.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu indeks literasi keuangan 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8%.
Dengan demikian dalam 3 tahun terakhir terdapat peningkatan pemahaman keuangan (literasi) masyarakat sebesar 8,33%, serta peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) sebesar 8,39%.
(kil/zlf)