Keluarnya negara-negara Britania Raya, yaitu Inggris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara dari Uni Eropa (UE) atau Brexit (Britain Exit) menimbulkan polemik. Bahkan, muncul peristiwa geopolitik yang datang dari Pemimpin Partai Nasional Skotlandia, Nicola Sturgeon.
Pada pukul 6:01 GMT, Sturgeon menuliskan sebuah cuitan di akun Twitternya @NicolaSturgeon bahwa ia bersumpah akan membawa Skotlandia kembali ke UE sebagai negara yang independen.
Menanggapi pernyataan keras Sturgeon, Perdana Menteri United Kingdom (UK) Boris Johnson menolak untuk memberikan Skotlandia hak kemerdekaannya sendiri. Pengamat ekonomi dari Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam memprediksi ada goncangan tersendiri di internal UK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan di UK sendiri ada ketidakpastian dengan ketegangan geopolitik juga. Karena misalnya Skotlandia kan sudah mengatakan dia lebih memilih untuk bergabung dengan Eropa. Nah seperti apa nanti? Bisa jadi ada goncangan sendiri di UK. Nah kalau menurut saya inilah yang paling besar dampaknya terhadap perekonomian global," kata Piter kepada detikcom, Sabtu (1/2/2020).
Piter yang juga menjabat sebagai Direktur Riset CORE itu mengatakan, arahnya perekonomian Inggris ini masih 'kasar', atau ditebak-tebak. Apakah nantinya UK akan memiliki kesepakatan terbaik dengan UE, sehingga baik Inggris dan kerajaan lainnya 'bahagia' menerimanya, atau pun sebaliknya.
"Bukan berarti UK pertumbuhan ekonominya turun, bukan. Karena itu juga belum dipastikan. Apakah itu nanti pertumbuhan ekonomi Inggris akan jatuh setelah Brexit juga belum dipastikan. Karena sekali lagi ini masih menebak-nebak arahnya ke mana," imbuh Piter.
Namun, ia berpendapat ada peluang bagi UK menemukan kesepakatan positif dengan UE. Meski akan menjalani kesepakatan utamanya perdagangan secara parsial, menurut Piter peluang UK untuk maju itu ada. Jika hukum alam, atau sikap saling membutuhkan antara UK dengan UE dikedepankan, tentunya dua pihak akan mengantongi kesepakatan yang untung meski tak lagi dalam satu 'rumah'.
"Kalau saya meyakini kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan antara Eropa dan Inggris itu pasti akan terjadi. karena itu hukum alam akan mengarahkan ke sana," tandas Piter.
(fdl/fdl)