Jabatan wakil menteri disoroti karena rangkap menjadi komisaris perusahaan BUMN. Hal ini dipertanyakan karena sebelumnya tugas wamen disebut berat namun malah justru ditambah tugas mengawasi perusahaan.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan memang gaji wakil menteri jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan gaji komisaris perusahaan BUMN.
"Memang kalau gaji wamen dibandingkan gaji dan tunjangan komisaris jomplang ya. Gaji wamen kan 85% dari menteri atau setara Rp 11,5 jt per bulan," kata Bhima saat dihubungi detikcom, Selasa (11/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan gaji tersebut belum termasuk tunjangan jabatan kinerja yang berbeda di tiap kementerian.
"Sangat mungkin adanya jabatan ganda di wamen dan komisaris BUMN sebagai upaya menutup kekurangan tadi. Tapi menjadi wamen harusnya bukan dilihat dari sisi remunerasi melainkan pengabdian kepada negara," ujarnya.
Menurut Bhima, untuk tata kelola perusahaan yang baik seharusnya tidak ada rangkap jabatan di eksekutif pemerintahan.
Sebelumnya Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) heran dengan urgensi posisi wakil menteri (wamen). Sebab, ditemukan ada wamen yang merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN.
Hakim konstitusi mempertanyakan apakah benar posisi wamen ada karena tugas di kementerian berat. Hakim konstitusi ingin mengetahui apa dasar utama sehingga dibutuhkan wamen di sebuah kementerian.
"Kira-kira apa yang membenarkan atau dasar hukum apa yang membenarkan wamen itu bisa jadi komisaris? Nah, ini kan bisa terbalik-balik ini. Lembaga yang diposisikan independen, lalu ditaruh wakil menteri di situ. Nah, tolong yang kayak-kayak begini supaya Mahkamah bisa dibantu, ya, pemerintah, ya, supaya kita bisa melihat peta kebutuhan wamen itu memang kebutuhan untuk menyelenggarakan pemerintahan atau kebutuhan-kebutuhan lain?" kata hakim konstitusi Saldi Isradalam sidang di gedung MK.
(kil/fdl)