Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan Indonesia masih butuh bantuan Amerika Serikat (AS) dalam melancarkan kerja sama perdagangan, pasca perubahan status menjadi negara maju.
"Saya kira kita harus bicara lagi sama AS. Kita bangga tetapi kita juga perlu bantuan mereka," kata Suharso di Hotel Mandarin, Jakarta, Senin (24/2/2020).
Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan dinyatakan sebagai negara maju dalam perdagangan internasional. Selain Indonesia, ada China, Brasil, India, dan Afrika Selatan yang 'naik level' jadi negara maju.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya di balik keputusan AS mengangkat Indonesia ke level negara maju, ada 'ancaman' defisit neraca perdagangan yang makin dalam. Itu bisa terjadi karena Negara Paman Sam itu akan mencabut fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS yang selama ini diberikan untuk negara berkembang.
Baca juga: Sudah Pantaskah Indonesia Jadi Negara Maju? |
Dengan perubahan status itu, kata Monoarfa maka fasilitas perdagangan yang diberikan negeri Paman Sam ke Indonesia pun bisa lebih mahal dari yang selama ini berjalan.
Menurut Suharso, Indonesia sendiri perekonomiannya masih setengah maju, sehingga masih membutuhkan bantuan fasilitas perdagangan yang diberikan AS yakni GSP.
"Menurut kategori ini Indonesia sudah masuk ke kategori setengah maju. Jadi karena dalam posisi di setengah maju tidak dalam posisi mendapatkan fasilitas yang lebih murah," ungkap dia.
(hek/eds)