Perum Bulog mengusulkan pemerintah segera mengimpor gula konsumsi sebanyak 200.000 ton. Alasannya lantaran harga yang terus melonjak.
Menanggapi itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin mengatakan pemerintah tak perlu impor gula lantaran stok gula masih mencukupi hingga Mei 2020.
"Pemerintah tidak perlu melakukan impor karena stok masih cukup. Ada sisa stok akhir tahun 2019 sebanyak 1,080 juta ton dan pada akhir tahun 2019 juga sudah ada impor GKP (gula kristal putih) sebanyak 270.000 ton untuk memenuhi kebutuhan awal tahun 2020. Jadi stok awal tahun 2020 sebanyak 1,350 juta ton. Jadi untuk memenuhi kebutuhan bulan Januari-Mei 2020 stok cukup karena kebutuhan Gula konsumsi per bulan rata-rata 230.000 ton secara nasional. Jadi 5 bulan kira-kira butuh 1,150 juta ton," kata Khabsyin dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (24/2/2020).
Terkait harga gula yang terus melonjak, menurutnya harga eceran gula yang Rp 14.000-15.000/kg masih batas wajar karena kenaikan hanya mencapai Rp 2.000/kg. Lain halnya dengan kenaikan harga bawang putih atau daging yang mencapai Rp 30.000/kg.
"Harga eceran gula Rp 14.000-15.000/kg di pasar menurut kami masih wajar karena kenaikannya cuma Rp 1.000-2.000/kg ,jika dibandingkan dengan bawang putih atau daging yang kenaikannya saja bisa di atas Rp 30.000/kg," sebutnya.
Khabsyin menilai harga gula selalu dimainkan dengan tujuan agar bisa impor menjelang musim panen yang terjadi pada Maret atau April untuk wilayah Sumatera dan Mei untuk wilayah Jawa. Ia pun menyayangkan sikap Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat yang menyebut kebutuhan impor gula konsumsi sebanyak 1,3 juta ton.
"Bulog pada musim giling tahun 2019 tidak membeli gula petani, kok tiba-tiba sekarang minta jatah impor untuk stok dan operasi pasar. Kemana Bulog saat petani membutuhkan untuk membeli gula tani karena pada saat awal sampe puncak musim giling 2019 gula tani hanya laku Rp 10.000-10.500/kg," bebernya.
"Kami menyayangkan Budi Hidayat selaku Direktur Eksekutif AGI yang tidak paham dan tidak cermat dalam menghitung berapa kebutuhan gula konsumsi dan berapa produksi gula dalam negeri. Sehingga dia mengusulkan besaran impor yang fantastis," sebutnya.
(hns/hns)