Bu Sri Mulyani, Apa Dampaknya RI Jadi Negara Maju?

Bu Sri Mulyani, Apa Dampaknya RI Jadi Negara Maju?

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 24 Feb 2020 21:15 WIB
Nilai ekspor Indonesia terus mengalami penurunan. Akumulasi nilai ekspor Indonesia dari Januari-Agustus 2019 turun 8,28% dibandingkan tahun lalu.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan dinyatakan sebagai negara maju dalam perdagangan internasional. Selain Indonesia, ada China, Brasil, India, dan Afrika Selatan yang 'naik level' jadi negara maju.

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bergantinya status Indonesia sebagai negara maju hanya berpengaruh kepada tambahan bea masuk yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara untuk eksportir (Countervailing Duties/CVDs).

Meski begitu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut CVD's tidak akan berdampak terlalu besar terhadap perdagangan Indonesia lantaran tidak banyak komoditas yang menikmati fasilitas tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya kalau dilihat dari pengumuman itu lebih ke Countervailing Duty. Jadi skopnya itu sangat spesifik untuk CVDs dan CVDs selama ini di Indonesia hanya sekitar 5 komoditas yang menikmati itu. Jadi sebetulnya nggak terlalu besar sekali pengaruhnya kepada perdagangan kita," kata Sri Mulyani di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).

Selain itu, Sri Mulyani bilang, tidak ada pengaruh lain dengan Indonesia menjadi negara maju. Termasuk isu akan kehilangan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat (AS).

ADVERTISEMENT

"CVDs ini berbeda dengan GSP. Jadi nggak ada hubunganya dengan berbagai hal yang lain. GSP kan masih belum ditetapkan, jadi kita juga akan tetap melakukan upaya terbaik untuk bisa mendapatkan GSP itu," sebutnya.

Untuk itu, Sri Mulyani ingin Indonesia meningkatkan daya saing mulai dari produktivitas, hingga konektivitas. Dengan begitu, bisa menciptakan biaya produksi agar lebih efisien.

"Indonesia kan selama ini memang sudah masuk sebagai negara berpendapatan menengah. Jadi kita memang harus terus meningkatkan competitiveness kita saja kalau dari sisi itu. Kan yang selama ini menjadi pusat perhatian dari presiden produktivitas, competitiveness, connectivity, itu semuanya yang akan menciptakan cost of production yang lebih efisien," ucapnya.




(fdl/fdl)

Hide Ads