Perum Bulog sudah mengusulkan agar pemerintah melakukan impor gula kristal putih (GKP) sebanyak 200.000 ton sejak 17 Februari. Hal itu diusulkan melihat harga gula konsumsi sudah merangkak naik sejak awal 2020.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga gula mencapai Rp 14.750 per kilogram (kg). Lalu, berdasarkan Info Pangan Jakarta, harga gula hari ini mencapai Rp 14.244/kg. Sementara, harga acuan gula di tingkat konsumen yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020 yakni Rp 12.500/kg.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum juga memberikan keputusan importasi gula itu. Dia mengatakan izin dipegang oleh Menteri Perdagangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai saat ini belum ada keputusan. Itu yang menentukan kan Menteri Perdagangan (Mendag). Ya sudah nggak perlu ditanyakan keputusannya. Itu kan tidak ada keputusannya," ungkap Buwas ketika sidak Gudang Bulog di Jakarta Utara, Kamis (27/2/2020).
Ia mengungkapkan, saat ini pasokan gula sudah terhenti hingga membuat harga melonjak.
"Supply-nya terhenti, terhenti itu kan dari sebab-akibat, karena kekurangan. Termasuk tidak adanya tambahan impor, kan harusnya kita hitung memang kebutuhan. Impor tidak berdasarkan kuota, tapi kebutuhan. Harusnya kan begitu," ucap mantan Kepala BNN tersebut.
Menurutnya, dengan menugaskan impor pada Bulog, stabilisasi harga dapat dilakukan dengan efektif. Pasalnya, Bulog diawasi langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bulog ini kan tidak impor secara umum. Kita impornya diawasi. Diaudit oleh BPK. Bukan seperti swasta, karena kita penugasan. Berarti harganya sudah dipatok sekian, jualnya sekian, kualitasnya harus sekian. Itu, jadi beda. Maka Bulog tidak bisa disamakan dengan swasta. Kalau swasta begitu dapat perintah impor ya impor, ya suka-suka dia saja," terangnya.
Buwas juga menyinggung soal penugasan impor gula yang hanya diberikan pada pelaku industri yang tak pernah menyerap hasil tebu dalam negeri. Ia mengeluhkan hal itu.
"Sekarang kan justru yang paling banyak mendapatkan kuota gula justru pabrik-pabrik rafinasi yang tidak menyerap tebu-tebu rakyat, masyarakat petani tebu. Tapi orang pabrik yang mengolah rafinasi jadi gula, ya sudah itu yang ada sekarang. Maka kita banyak impor dan membuat petani-petani yang sekarang kesulitan penerapan tebunya," pungkasnya.
(fdl/fdl)