Wabah virus corona yang menggemparkan seluruh dunia dipercaya memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian dunia. Bahkan disebut-sebut kondisi saat ini jauh lebih berbahaya bagi perekonomian dibandingkan krisis 2008.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan, apa yang terjadi saat ini dengan krisis 2008 sangat berbeda. Krisis 2008 berawal dari sektor keuangan.
Krisis saat itu diawali pada 2007, saat persediaan rumah di AS untuk masyarakat menengah ke bawah melonjak. Namun saat itu banyak dari nasabah perumahan kelas bawah yang tak mampu membayar utangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil institusi keuangan di AS banyak yang tumbang. Pengaruhnya ke banyak negara. Indonesia terkena imbasnya. Rupiah jatuh ke level Rp 8.000 hingga ke level Rp 12.650. Depresiasi rupiah mencapai 34,86%.
"Kalau 2008 kan contagion-nya (penularan) berasal dari lembaga keuangan terutama dari perbankan, capital market karena ada sentimen tadi yang kemudian pengaruhi stabilitas sektor keuangan. Kalau sekarang mungkin langsung hit pada sektor riil-nya," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Sementara untuk serangan wabah Covid-19 langsung menghantam sektor riil. Masyarakat tak berani melakukan kegiatan, sehingga langsung mempengaruhi sektor riil seperti manufaktur dan berujung pada terganggunya investasi.
Dengan risiko yang mempengaruhi secara langsung, maka potensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) akan menghantui perusahaan di industri yang bergantung pada mobilitas masyarakat. Sri Mulyani mencontohkan perusahaan maskapai dan di sektor pariwisata. Termasuk industri manufaktur yang pasokan bahan bakunya terganggu lantaran berhentinya kegiatan di China.
"Jadi ini yang menjadi risikonya beralih ke masalah sektor riil langsung, berarti kemungkinan terjadinya unemployment adalah berasal dari perusahaan-perusahaan yang tidak mendapatkan aktivitas yang cukup. Mulai airlines, hotel, dan sekarang industri manufaktur karena disrupsi dari barang-barang supply chain," terangnya.
Nah setelah sektor-sektor itu terhantam, pengaruhnya juga akan bermuara ke sektor keuangan. Sebab pembayaran kredit dunia usaha dari perbankan akan seret dan membuat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) meningkat.
Melihat kondisi itu, Sri Mulyani menilai ancaman terhadap ekonomi RI saat ini jauh lebih dalam dari kondisi krisis 2008. Sebab saat ini ancamannya langsung menyangkut keselamatan masyarakat.
"Ini menyangkut diri langsung pada ancaman mereka, keselamatan, kesehatan, sampai pada kemungkinan terancam meninggal dunia, itu yang jauh lebih langsung. Kalau dulu kan melalui lembaga keuangan, korporasi jatuh, PHK paling. Kalau ini langsung orang sakit, jadi nature-nya lebih dalam karena masyarakat tiba-tiba menjadi setengah lumpuhlah. Seperti sekolah ditutup, pabrik ditutup, orang kerja dari rumah. Itu kan tiba-tiba kaya kotanya, aktivitasnya menjadi paralyze," terangnya.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah ke depan lebih kepada memberikan ketenangan terhadap masyarakat, dengan melakukan penanganan serius terhadap virus corona. Dari sisi fiskal akan lebih fokus di sektor riil.
"Kita sekarang harus konsentrasinya, policy-nya benar-benar mengurangi dampak di sektor riilnya. Entah melalui berbagai relaksasi dan juga dari sisi demand side. Supaya masyarakat yang pertama jangan merasa ketakutan yang membuat mereka tidak melakukan kegiatan apa-apa. Tapi kan risiko penyakit ini kan ini kan harus dibobot bener ya. Jadi kita juga dalam rekomendasinya tergantung dari nature dari spread-nya itu," tutupnya.
(das/eds)