Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Yay or Nay?

Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Yay or Nay?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 10 Mar 2020 07:58 WIB
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan. Hasilnya, kenaikan iuran BPJS dibatalkan.
Ilustrasi Foto: Pradita Utama//detikcom
Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih negatif. BPJS Kesehatan masih negatif Rp 13 triliun.

"Namun secara keuangan mereka merugi, sampai dengan saya sampaikan dengan akhir Desember. Kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020).

Sri Mulyani memaparkan, keputusan kenaikan iuran dianggap pemerintah sebagai bentuk penyehatan keuangan BPJS Kesehatan yang diprediksi defisit sekitar Rp 32 triliun di akhir 2019.

"Ya ini kan keputusan yang mungkin kita harus liat lagi implikasinya kepada BPJS gitu ya. Kalau dia secara keuangan kemudian akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," jelas dia.

Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, kondisi keuangan BPJS Kesehatan tetap defisit meskipun sudah disuntik oleh pemerintah. Oleh karena itu, Sri Mulyani mengaku akan mengkaji lebih dulu keputusan MA.

"Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti kita review lah ya," tambahnya.

Lalu, bagaimana dengan nasib peserta yang telah bayar kenaikan iuran sejak Januari 2020?

Kelebihan iuran BPJS bakal dikembalikan?


Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memberikan tanggapan terkait kelebihan iuran yang sudah dibayar peserta BPJS mandiri karena kenaikan yang ditetapkan sejak Januari 2020.

"Nanti itu konsekuensinya seperti apa nanti setelah kita mendalami dari keputusan tersebut. Amar keputusannya seperti apa, dan apa saja konsekuensinya," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Ia menuturkan, pihaknya harus berdiskusi dengan kementerian terkait untuk menetapkan langkah yang diperlukan dalam menangani keputusan MA ini.

"Tentu kita mesti bicara dengan Kementerian lain di dalam pemerintah," tutur Suahasil.

Ia mengungkapkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu pun turut berdampak pada pengeluaran negara. Pasalnya, pemerintah juga membayarkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan tarif yang sudah naik.

"Pemerintah membayari PBI, maka tarif untuk PBI kelas III dinaikkan. Nah ini yang kita sudah lakukan. Dengan cara menaikkan itu maka tahun lalu pemerintah bisa membayari defisit tersebut. Tahun ini juga pemerintah telah membayari PBI dengan tarif yang baru," imbuh dia.

Ia masih belum mengetahui pasti kapan pemerintah punya solusi bagi peserta yang sudah membayar dengan kenaikan tarif. Ia pun meminta semua pihak menunggu hasil diskusi pemerintah.

"Segera kita diskusikan," tutup Suahasil.

Bagaimana respons BPJS Kesehatan?

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS kesehatan per 1 Januari 2020.

BPJS Kesehatan mengaku belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan judicial review terkait Perpres 75 tahun 2019 dan keputusan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan per 1 Januari 2020.

"Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut, " kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf, lewat keterangannya tertulis kepada detikcom, Senin (09/03/2020).

Iqbal mengaku, saat ini BPJS Kesehatan belum bisa berkomentar lebih lanjut soal putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS. Dia mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian terkait terlebih dahulu.

"Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah," ungkap Iqbal.

Sebagai informasi, judical review yang digugat ke MA bermula saat Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran Januari lalu. Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.

Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:

Pasal 34
(1.) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2.) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.



Simak Video "Video: Respons Menkes Budi soal Isu Iuran BPJS Kesehatan Naik di 2025"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads