Pemerintah hari ini akan melaporkan rancangan stimulus alias insentif jilid II kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah sendiri sudah memutuskan untuk menanggung pajak penghasilan (PPh) pasal 21 bagi pekerja di sektor manufaktur, PPh pasal 25, PPh pasal 22, dan percepatan pemberian restitusi.
Dalam keputusan rapat koordinasi (rakor) tingkat menteri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah baru memutuskan insentif itu diberikan selama enam bulan terhitung sejak 1 April 2020, namun belum memutuskan untuk sektor mana saja.
"Update hari ini, usulan tersebut dilaporkan kepada Presiden hari ini. Segera diinformasikan nanti," kata Staf Ahli Kemenko Perekonomian Raden Edi Prio Pambudi saat dihubungi detikcom, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insentif semuanya itu adalah stimulus di tengah tekanan yang diakibatkan corona (COVID-19).
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak.
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36/ 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Sedangkan PPh Pasal 25 adalah Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang memiliki kegiatan usaha diwajibkan membayar angsuran Pajak Penghasilan setiap bulannya.
Khusus percepatan restitusi, juga diputuskan untuk menaikkan batasan nilainya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaikkan batasannya menjadi Rp 5 miliar dari sebelumnya Rp 1 miliar.
(hek/eds)