Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi berhasil menciptakan teknologi pembenihan ikan nila skala rakyat yang dirancang sebagai Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Sistem ini akan didorong untuk diadopsi oleh masyarakat pembenih di berbagai daerah di Indonesia.
"Saya menyambut baik hasil rekayasa teknologi pembenihan ikan nila skala rakyat atau HSRT yang berhasil dikembangkan BBPBAT Sukabumi. Ini sangat positif dalam mendukung kebijakan KKP dalam mendorong industrialisasi benih nasional," ungkap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis, Jumat (13/3/2020).
Slamet mengatakan bahwa suplai benih berkualitas yang sesuai kebutuhan menjadi syarat mutlak untuk menggenjot produksi perikanan budidaya nasional. Untuk itu pihaknya akan fokus pada program industri benih nasional termasuk penataan sistem logistik di sentral produksi budidaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet juga menilai inovasi HSRT ikan nila merupakan bagian yang akan didorong mulai tahun ini. Dengan penerapan teknologi ini, dikatakan Slamet, para pembenih akan mampu menaikkan produktivitas benih hingga dua kali lipat dari sistem biasa. Disamping itu, inovasi ini sangat efisien baik dalam penggunaan air maupun lahan. Cocok untuk di wilayah urban, sehingga diharapkan juga akan menjadi alternatif usaha bari di kalangan masyarakat perkotaan.
"Tahun ini kita akan mulai kembangkan di masyarakat. Langkah awal saya telah menunjuk BBPBAT Sukabumi untuk mendorong diseminasi teknologi ini di dekat sentral sentral produksi budidaya ikan nila," jelas Slamet.
Sementara itu, Kepala BBPBAT Sukabumi menyatakan inovasi HSRT nila ini telah melalui berbagai kajian yang cukup lama, hingga menemukan hasil yang pas untuk bisa diadopsi.
"Selama 2 tahun terakhir ini, tim kami melakukan kajian. Adapun kajian tersebut mulai dari bagaimana kepadatan tebarnya, pakan dan performa hasilnya. Saat ini kami sudah mendapatkan hasil yang secara teknis dan nilai keekonomian pas untuk diadopsi di masyarakat," ungkap Supriadi.
Ia juga membeberkan sejumlah keunggulan inovasi ini dibanding sistem biasa.
"Inovasi HSRT nila ini memiliki berbagai keunggulan di antaranya sangat efisien air karena kita rancang serkulasi tertutup, tidak membutuhkan lahan yang luas dengan desain kolam bulat, SR yang tinggi mencapai 80%, bisa dilakukan pemijahan sepanjang tahun dan yang membedakan dengan sistem biasa yakni produktivitas yang tinggi mencapai 2 kali lipatnya," beber Supriadi.
Supriadi menambahkan, sebagai gambaran dalam satu kolam bulat diameter 4 meter bisa diisi oleh 96 ekor induk dengan perbandingan 1 ekor jantan dan 7 ekor betina. Induk betina yang digunakan adalah jenis sultana dan induk jantannya menggunakan jenis gesit. Dari pemijahan tersebut dihasilkan larva 25.000 ekor per dua minggu atau 50.000 ekor per bulan. Pakan alami yang diberikan pada pemeliharaan larva adalah menggunakan Chlorella. Untuk mencapai batas nilai keekonomian Supri menyarankan agar pembenih mengoperasionalkan kolam sebanyak 10 unit.
Dengan demikian menurutnya, secara ekonomi dari penjualan larva, dengan harga per ekor Rp 10, maka akan dihasilkan margin keuntungan sebesar Rp 4 juta per bulan per 10 kolam.
Supriadi juga menjelaskan HSRT nila juga bisa didorong untuk berbagai segmentasi usaha pendederan.
"Kelebihan HSRT nila ini juga bisa kita dorong untuk segmentasi usaha. Sebagai ilustrasi, pada pendederan 1 dengan larva yang kita tebar sebanyak 20.000 ekor dapat menghasilkan benih ukuran 1-2 cm sebanyak 15.000 ekor. Dengan harga benih Rp 50 per ekor maka keuntungan bersih yang bisa diraup mencapai Rp 4,5 juta per bulan per 10 kolam," imbuhnya.
Tahun 2019 lalu pihaknya telah melakukan diseminasi di Kabupaten Sleman dan Bantul, Provinsi DIY. Hingga saat ini menunjukkan hasil yang sangat baik.
"Saya kira ini yang bisa membantu upaya pengembangan industri benih nasional. Nanti bisa kita petakan di mana saja yang perlu fokus kita kembangkan. Unit HSRT nila bisa kita dorong sebagai larvae center dan pusat benih untuk mensuplai benih langsung ke pebudi daya di sentral produksi terdekat. Di samping, balai akan kita dorong untuk terus memproduksi calon induk/induk unggul. Saya kira ini langkah konkrit bagaimana membangun sistem logistik benih yang efektif," pungkas Supriadi.
(prf/hns)