Indonesia Terancam Krisis Kalau Serius Mau Lockdown

Indonesia Terancam Krisis Kalau Serius Mau Lockdown

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 22 Mar 2020 06:20 WIB
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan gedung bertingkat di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (30/04/2015). Chief Economist BRI Anggito Abimanyu mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2015 diperkirakan akan melambat hanya di level 4,9 persen sampai 5 persen atau terendah dalam lima tahun terakhir. Grandyos Zafna/detikcom
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Desakan untuk lockdown banyak diserukan masyarakat di tengah mewabahnya virus corona di Indonesia. Namun pemerintah sepertinya tak mau terburu-buru mengambil keputusan itu, pasalnya melakukan lockdown di Jakarta dampaknya cukup besar ke perekonomian nasional.

Ekonom dari Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi, Indonesia bisa krisis ekonomi apabila Jakarta lockdown alias diisolasi.

"Indonesia bisa krisis karena lockdown di Jakarta," ungkap Bhima kala dihubungi detikcom, Minggu (15/3/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu karena 70% pergerakan uang dalam perekonomian nasional berada di Jakarta. Akan sangat berisiko bila aktivitas perekonomian di Jakarta lumpuh karena melakukan lockdown.

"70% uang juga berputar di Jakarta, ada bursa efek, ada bank sentral. Terlalu berisiko kalau kita mengambil langkah lockdown," kata Bhima.

ADVERTISEMENT

Belum lagi pasokan bahan pokok bagi masyarakat Jakarta akan terhambat, utamanya pangan. Sejauh ini Jakarta mengandalkan pasokan pangan dari luar daerah.

"Arus barang yang masuk juga terganggu. Jakarta mengandalkan sebagian besar bahan pangan dari luar daerah," papar Bhima.

Selain itu, Jakarta juga menyumbang 20% angka inflasi nasional. Jika barang langka di Jakarta dan berujung pada kenaikan harga secara lokal, maka angka inflasi nasional bisa saja terkerek hingga 6%.

"Jakarta menyumbang 20% total inflasi nasional. Kalau barang susah masuk, terjadi kelangkaan, pastinya inflasi nasional akan tembus di atas 4-6%, yang rugi adalah masyarakat sendiri," ucapnya.

Sebetulnya, tanpa lockdown pun pencegahan penularan corona bisa dilakukan, bagaimana caranya? Klik halaman selanjutnya.

Bhima mencontohkan yang dilakukan pemerintah Singapura, salah satunya memberi pembatasan aktivitas di ruang publik. Utamanya untuk warga lanjut usia (lansia), karena warga lansia paling rentan tertular virus corona.

"Langkah yang lebih bijak adalah Singapura, bukan dengan lockdown tapi membatasi aktivitas warga lansia karena ini yang paling rentan karena corona," ungkap Bhima.

Acara yang melibatkan orang banyak di ruang publik pun harus dilarang sementara, bahkan sekalipun itu acara keagamaan.

"Lalu, acara yang melibatkan orang banyak ditunda dulu meskipun acara keagamaan. Jadi clear tidak perlu lockdown dan penyebaran corona bisa dicegah dengan strategi yang tepat sasaran," kata Bhima.

Menurut Bhima, China saja sebagai negara episentrum wabah corona tidak melakukan lockdown di kota yang notabenenya adalah pusat bisnis, seperti Shanghai dan Beijing.

"China juga melakukan lockdown hanya di episentrum wabah corona yakni di provinsi Hubei. Apakah Shanghai dan Beijing di lockdown juga? Setahu saya tidak," jelas Bhima.



Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads