Dihantui 'PHK', Ini Permintaan Industri Tekstil Biar Nggak Amsyong

Dihantui 'PHK', Ini Permintaan Industri Tekstil Biar Nggak Amsyong

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 24 Mar 2020 07:27 WIB
Pabrik tekstil baru di Wonogiri
Ilustrasi Foto: detikcom
Jakarta -

Merebaknya Corona (Covid-19) tak hanya mengancam kesehatan masyarakat. Keganasan virus tersebut juga berimbas ke industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri.

Penjualan pun anjlok semenjak virus tersebut mewabah di Indonesia. Namun pelaku industri masih berupaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

"Permintaan menurun dengan sangat tajam. Bahkan sejumlah komitmen permintaan berjalan, ditunda bahkan dibatalkan," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa dalam telekonferensi, Senin (23/3/2020).

Dia menjelaskan turunnya penjualan akan memberi dampak yang tidak menggembirakan terhadap utilisasi industri. Lalu secara simultan hal itu akan berdampak pada produktivitas dan siklus ekonomi industri TPT. Meski demikian, belum ada opsi PHK karyawan imbas virus corona.

"Masalah PHK sampai hari ini sih industri tekstil anggota kita yang kita pantau masih berjalan full. Tapi mungkin kita ini tiap minggu, tiap hari perubahannya juga cukup cepat. Kita lihat juga pangsa market dalam negerinya sampai sejauh mana," ujarnya.

Pihaknya pun terus mengamati kemampuan para pelaku industri TPT khususnya yang berada di bawah asosiasi.


"Ya ini kita lihat sejauh mana kemampuan teman-teman, stoknya gimana, cash flow-nya gimana. Memang PHK ini sangat dilematis dan kita sebagai anggota API sangat hindari terjadinya PHK. Sampai hari ini masih jalan full," tambahnya.

Pengusaha TPT pun meminta sejumlah insentif untuk mencegah PHK. Baca di halaman selanjutnya.


Pengusaha TPT meminta pemerintah meringankan beban mereka di tengah ngerinya dampak corona. Para pengusaha meminta penundaan pembayaran tarif listrik selama 6 bulan.

Selain itu, pengusaha tekstil juga meminta diskon tarif listrik pada jam-jam tertentu, misalnya pukul 22.00-06.00 waktu setempat.

"Sektor energi, percepatan penurunan harga gas ke US$ 6/MMBTU mulai April 2020. Penundaan pembayaran tarif PLN 6 bulan ke depan dengan cicilan berupa giro mundur 12 bulan. Pemberian diskon tarif beban idle untuk pukul 22 malam sampai jam 6 pagi," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa dalam telekonferensi, Senin (23/3/2020).

Selanjutnya di sektor industri, pihaknya meminta perlindungan tarif berupa pengamanan perdagangan (safeguard) untuk produk pakaian jadi. Hal itu sebagai upaya lanjutan harmonisasi tarif dari hulu ke hilir yang diperuntukkan bagi produsen hilir TPT dan Industri Kecil Menengah (IKM).

"Mengingat begitu banyaknya petisioner yang harus dikumpulkan dalam waktu yang sangat singkat, oleh karena itu safeguard produk pakaian jadi hanya mungkin diinisiasi oleh pemerintah," paparnya.

Pihak pun meminta adanya pengetatan verifikasi dalam pemberian persetujuan impor TPT. Itu agar izin yang diberikan benar-benar hanya untuk bahan baku industri.


Untuk sektor lingkungan hidup, pihaknya meminta pemerintah segera mencabut peraturan mengenai limbah B3. Pasalnya aturan yang ada membebani pengusaha. Padahal di negara lain limbah tersebut tidak dikategorikan berbahaya dan banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku batako dan lapisan jalan.

Mereka pun menolak keras kemudahan impor TPT. Lanjut ke halaman berikutnya.

Pengusaha TPT menolak keras adanya relaksasi impor. Apalagi saat ini produktivitas pabrik tekstil tertekan oleh pandemi virus corona (COVID-19).

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Sektor Perdagangan Dalam Negeri, Chandra Setiawan mengatakan di tengah kondisi seperti ini pemerintah harus memberikan kesempatan kepada produsen dalam negeri agar perekonomian nasional tetap berjalan.

"Kami secara tegas menolak relaksasi impor karena kita harus lebih fokus kepada produsen dalam negeri," ujar Chandra dalam telekonferensi melalui Google Meet, Senin (23/3/2020).

Jika ada relaksasi impor, Chandra menjelaskan, industri tekstil dari hulu ke hilir akan terpukul. Mengingat produksi tekstil memiliki proses yang panjang dan berkelanjutan.

"Ketika kita berikan relaksasi impor di barang pakaian jadi, maka itu akan terpukul untuk industri pakaian jadinya dan IKM (Industri Kecil Menengah) dan juga untuk industri kain yang selama ini memenuhi industri pakaian jadi. Kalau misalkan relaksasi diberikan kepada impor kain, itu akan berdampak buruk untuk industri kain dalam negeri dan juga industri benang di hulunya dan seterusnya," ucapnya.


Chandra berharap masyarakat semakin mencintai produk dalam negeri agar produksi tekstil terus berjalan dan bisa menjadi cara untuk menciptakan lapangan kerja di Indonesia.

"Kita harus segera mencanangkan gerakan cinta produk dalam negeri karena ini merupakan satu-satunya substitusi impor sebagai upaya untuk cipta lapangan kerja. Saat sekarang cipta lapangan kerja sekecil apapun akan sangat berarti pada kondisi saat ini," sebutnya.



Simak Video "Video Cara Rossa Mencintai Lingkungan: Hemat Energi dan Gunakan Baju Berkali-kali"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads