Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai rencana alih fungsi hotel menjadi rumah sakit (RS) rujukan pasien corona (COVID-19) tak sesuai dengan konsep bangunannya. Alih fungsi itu dinilai berisiko tinggi terhadap penyebaran corona di hotel itu sendiri.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ari Juliano Gema mengatakan, pemerintah tetap menjalankan protokol khusus untuk mengalihkan fungsi hotel tersebut. Selain itu, perawatan di hotel tersebut hanya dikhususkan bagi pasien dengan infeksi ringan.
"Tentunya hotel yang jadi RS rujukan tersebut seharusnya hanya akan menangani pasien kondisi ringan dan sedang. Nanti tetap perlu ada tenaga medis yang mengawasi dan alat kesehatan (alkes) yang memadai," kata Ari kepada detikcom, Kamis (2/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia juga mengajak para pengusaha hotel, angkutan pariwisata, dan katering untuk berpartisipasi melawan corona. Partisipasi itu dengan menyediakan akomodasi, transportasi, dan konsumsi, bagi tenaga medis yang menangani COVID-19.
"Selain membantu penanganan COVID-19, hal ini juga bisa membantu menggerakkan usaha hotel, usaha transportasi, dan catering, yang saat ini mengalami penurunan pendapatan secara tajam," ujar Ari.
Menurutnya, pemerintah akan tetap memberikan bantuan akomodasi bagi pengusaha yang berminat mengikuti program tersebut.
"Kemenparekraf menyediakan anggaran untuk penyediaan transportasi dan akomodasi. Jadi tentu saja membantu usaha mereka yang sedang turun," ungkap dia.
Namun, Ari belum bisa mengungkapkan berapa anggaran yang disiapkan pemerintah untuk program tersebut.
"Saya belum bisa menyampaikan karena masih terus berubah menyesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan dari RS rujukan," papar dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menilai alih fungsi hotel menjadi RS rujukan corona tak sesuai dengan konsep bangunan hotel.
"Tapi konsep hotel itu kan tidak sama dengan RS. Contoh, hotel itu punya wall to wall carpet, nah ini bagaimana terhadap penyebaran virus? Kalau RS kan nggak ada yang pakai karpet seperti itu. Lalu sistem ventilasi sangat jauh berbeda. Ini kan sesuatu yang riskan," kata Maulana kepada detikcom, Rabu (1/4/2020).
Ia meminta, Kemenparekraf lebih fokus pada upaya penyelamatan industri pariwisata dari gempuran corona. Bukan fokus dengan program alih fungsi tersebut.
"Sebenarnya pariwisata itu tupoksinya beda dengan BNPB. Jadi tolong di-clear-kan dulu. Bahwa kita sektor pariwisata dalam kondisi seperti ini kan nggak bisa, karena ada social distancing dan sebagainya. Harus stay di rumah, pergerakan dibatasi, jadi jangan dilihat dari ada hotel-hotel yang dibayar menjadi tempat paramedis. Jangan itu dong poinnya. Poinnya adalah bagaimana sektor pariwisata ini, pekerjanya, atau industrinya bisa menyelesaikan masalahnya," urainya.
(das/das)