Rp 3,4 T Terancam Gagal Mengalir ke Desa Gegara Corona

Rp 3,4 T Terancam Gagal Mengalir ke Desa Gegara Corona

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 14 Apr 2020 15:26 WIB
Ilustrasi THR
Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) mengungkapkan potensi dana yang masuk desa selama Ramadhan hingga Lebaran sekitar Rp 3,4 triliun. Angka itu hanya berasal dari nominal gaji terakhir atau tunjangan hari raya (THR) yang dibawa oleh para perantau dari kota ke kampung halamannya.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendes PDTT Ivanovich Agusta mengatakan angka tersebut mengacu data jumlah yang mudik sebanyak 23 juta orang pada tahun 2019.

"Secara ekonomi, data Kemenhub pada tahun lalu pemudik sampai 23 juta warga desa, kalau itu terjadi tahun ini potensi mudik itu sambil bawa THR minimal gaji terakhir ada Rp 3,4 triliun dana yang masuk desa," kata Ivanovich saat konferensi pers secara virtual, Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Potensi dana yang masuk ke desa ini, kata Ivanovich terancam hilang lantaran pemerintah meminta tidak mudik Lebaran demi mencegah Corona. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang bagi ASN, TNI, Polri, dan pegawai BUMN. Namun untuk masyarakat masih dievaluasi.


Dari hasil survei opini kepala desa yang dilakukan Kemendesa PDTT, ada 3.931 kepala desa di 53.808 desa yang mayoritas penduduknya muslim menyatakan menolak mudik Lebaran, angka yang menolak mudik mencapai 89,75%, sedangkan sisanya 10,25% setuju mudik. Survei dilakukan pada 10-12 April 2020. Dari total kepala desa yang disurvei sebesar 1,32% margin error.

"Potensi ini ada batasan karena pandemi COVID-19, satu perubahan yang mendasar pada desa, tidak hanya berkaitan dengan ekonomi, maka Kemendesa berminat mengetahui sudut pandang kepala desa karena mereka opinion leader, bahwa yang berkaitan kehidupan desa berkaitan dengan penindakan kepala desa," jelasnya.



Alasan utama yang mendasari penolakan maupun persetujuan terhadap mudik adalah aspek kesehatan, setelah itu diikuti aspek sosial, ekonomi, keamanan, dan lainnya. Namun mengenai kebijakan yang harus diterbitkan pejabat tertinggi di daerah, seluruh kepala desa masih galau antara bentuknya imbauan atau langsung larangan.

Pasalnya dari hasil survei tersebut, dari seluruh responden sebanyak 49,86% memilih bentuknya imbauan dan 50,14% bentuknya larangan. Dengan hasil tersebut, Ivanovich mengungkapkan pejabat tertinggi harus membuat alternatif kebijakan dengan format mengandung larangan dan imbauan.

"Misalnya, mudik dilarang, dan kehidupan migran di kota didukung pemerintah kota, atau yang terpaksa mudik harus memiliki alasan kuat lalu lapor ke relawan desa lawan COVID-19," tegasnya.


Dengan faktor kesehatan yang menjadi argumen utama penolakan mudik Lebaran 2020, lalu disusul oleh sosial, ekonomi, keamanan, dan lainnya. Dikatakan Ivanovich seluruh aspek tersebut menjadi rekomendasi pembuatan kebijakan mengenai mudik Lebaran tahun 2020.

"Contohnya, tidak mudik untuk mencegah penyebaran COVID-19, sebagai rasa sayang kepada anggota keluarga agar tidak terkena wabah, lagipula pemerintah menjamin kebutuhan dasar dan keamanan di kota," ungkapnya.


Hide Ads