Pemerintah serius membuat harga gas industri menjadi US$ 6 per MMBTU. Hal itu diwujudkan dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri yang baru saja diterbitkan.
Namun hal ini ternyata belum bisa dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pun, PGN diminta menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi.
Dirut PGN Gigih Prakoso menjelaskan untuk menyalurkan gas seharga US$ 6, harga gas di hulu dan biaya penyalurannya harus juga turun, namun sampai saat ini belum ada penurunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Implementasi harga gas ini pada dasarnya adalah membuat target harga gas di hulu menjadi US$ 4-US$ 4,5 per MMBTU, kemudian biaya penyaluran di sisi midstream dan downstream targetnya harus turun US$ 1,5-2 per MMBTU," jelas Gigih dalam rapat kerja virtual, Kamis (16/4/2020).
Sementara itu, Gigih menjelaskan biaya penyaluran dari PGN saat ini masih tinggi. Dengan biaya tersebut kalau mau memaksakan penurunan harga maka akan berdampak pada kerugian bagi PGN.
"Kondisi saat ini PGN biaya penyaluran saat ini US$ 2,6-US$ 3,2 per MMBTU, dengan demikian kalau melaksanakan ini akan terjadi penurunan pendapatan PGN dan juga penurunan margin usaha. Kemungkinan juga PGN akan mengalami kerugian," papar Gigih.
Saat ini PGN sedang menghitung berapa insentif yang dibutuhkan untuk membuat biaya gas di hulu dan penyaluran menjadi rendah dan kemudian kemudian diajukan ke pemerintah.
Insentif ini sendiri memang terkandung dalam Permen ESDM no 8 yang baru saja diteken, namun mekanismenya masih sedang dibahas.
"Untuk itu kami masih melakukan follow up dengan hitung kembali berapa potensi yang kami butuhkan sebagai kompensasi ataupun insentif. Selanjutnya, akan kami minta ke pemerintah. Karena, dalam Permen sebetulnya sudah disebutkan ada insentif yang akan diberikan pada badan usaha untuk sektor hilir," ungkap Gigih.
"Namun memang belum dilakukan pendalaman soal mekanisme dan perhitungannya," lanjutnya.