Harga Minyak Sempat Minus, Masa Jaya 'Emas Hitam' Sudah Pudar?

Harga Minyak Sempat Minus, Masa Jaya 'Emas Hitam' Sudah Pudar?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 21 Apr 2020 17:21 WIB
Harga Minyak Dunia Anjlok
Foto: Reuters
Jakarta -

Hari ini harga minyak mentah dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) mencetak rekor terparah sepanjang sejarah yakni minus US$ 37,63 per barel pada perdagangan Senin kemarin. Sementara untuk jenis Brent berada di level US$ 22,74 per barel.

Penurunan harga minyak dunia terus dirasakan sejak virus Corona (COVID-19) terus menggerogoti dan menelan korban jiwa hampir di seluruh dunia. Lantas, dengan kondisi ini apakah masa jaya 'emas hitam' tersebut memudar?

Menurut Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan, fenomena anjloknya harga minyak khususnya jenis WTI terjadi karena perusahaan-perusahaan minyak bergegas menghabiskan stok yang dimilikinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satu penyebabnya adalah dalam rangka menghabiskan stok. Jadi trader untuk kontak bulan Mei mereka menghabiskan di minggu ini. Karena di minggu depan sudah mulai berlaku kontrak bulan Juni," kata Mamit kepada detikcom, Selasa (21/4/2020).

Lalu, ia juga menyebutkan anggota OPEC+ juga sudah menyusun skema pemangkasan produksi minyak sebanyak 9,7 juta barrel per day (bpd) pada periode Mei-Juni, dan 7,7 juta bpd pada periode Juli-Desember. Dengan skema tersebut, menurut Mamit harga minyak mentah dunia akan kembali normal.

ADVERTISEMENT

"Saya yakin akan rebound lagi harga minyak," jelas Mamit.

Apalagi, melihat harga minyak mentah WTI sudah terkoreksi di level US$ 1,37 per barel. Meski masih rendah, Mamit memang meyakini harga minus itu tak akan bertahan dalam waktu yang lama.

"Tapi siang ini sudah beranjak naik ke level US$ 1-1,3 per barel. Sudah mulai ada positif. Memang sangat mustahil bisa minus begitu besar," tutur dia.

Lalu, Mamit juga memprediksi harga minyak mentah dunia di akhir tahun akan kembali ke level US$ 40-45 per barel. Menurutnya, hal ini sangat memungkinkan untuk terjadi jika memang pandemi Corona sudah mereda, dan berbagai negara kembali menyalakan 'mesin' industrinya.

"Kemungkinan pada saat itu beberapa negara sudah mulai membaik kondisinya, serta perekonomian sudah mulai tumbuh, pabrik-pabrik mulai berjalan, kantor mulai beroperasi, maskapai penerbangan mulai beroperasi, maka saya prediksi akhir tahun di angka US$ 40-45 per barel," tutup Mamit.




(fdl/fdl)

Hide Ads