Mungkinkah Pemerintah Cetak Uang Lalu Dibagi-bagi ke Rakyat?

Mungkinkah Pemerintah Cetak Uang Lalu Dibagi-bagi ke Rakyat?

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 25 Apr 2020 02:30 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Pemerintah dinilai bisa mencetak uang demi memenuhi kebutuhan biaya penanggulangan virus Corona alias COVID-19. Pemerintah membutuhkan banyak dana lantaran COVID-19 berhasil menghantam laju ekonomi.

Pandemi virus Corona telah menghantam sektor riil. PHK melonjak, daya beli anjlok, masyarakat saat ini membutuhkan dana segar untuk menyambung hidup selama bencana nasional ini.

Meski boleh dan bisa dilakukan, namun prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan mencetak uang memang bisa saja dilakukan oleh pemerintah. Namun jika tidak dihitung secara cermat bakal ada ancaman inflasi mengintai. Perlu dipikirkan pula permintaan and penawaran di pasar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya kan ini orang menganggap persoalannya karena uang saja, sehingga ekonomi berhenti. Orang yang tadinya kerja, bisa belanja, perusahaan yang produksi barang bisa dapat revenue. Tapi sekarang ini orang di rumah, dia nggak belanja, terbatas, sehingga ekonomi berhenti," ujarnya saat berbincang dengan pimpinan media massa secara virtual, Kamis (23/4/2020) malam.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini tak mau membiarkan roda ekonomi langsung berhenti sepenuhnya karena bisa jatuh. Adapun yang ingin dilakukan pemerintah tetap menjaga roda ekonomi terus berputar, meski pelan-pelan.

ADVERTISEMENT

"Karena kalau berhenti maka akan ada PHK masif. Makanya kita siapkan bansos, relaksasi, stimulus, dan kebijakan lain. Ini kita coba keroyok sama-sama (dengan lembaga lainnya-red.)," imbuh Menkeu.

Ia menambahkan, stimulus sendiri bisa dilakukan lewat kebijakan moneter dan fiskal. Baik itu dengan memberi keringanan pajak ataupun mencetak duit lebih banyak untuk kemudian 'menggerojokin' roda ekonomi biar naik lagi.

Kebijakan instan menggenjot percetakan uang sendiri salah satunya dilakukan oleh Amerika Serikat. Meski begitu, bank sentral AS (The Fed) bisa melakukan kebijakan itu sekaligus membeli surat utang pemerintah sebanyak-banyaknya lantaran dolar selama ini dipegang oleh seluruh dunia, sehingga risiko inflasinya kecil atau bahkan hampir tidak ada.

Kirimkan kegiatan seputar ramadhan ke Pasangmata.com

Sementara pengamat ekonomi, Piter Abdullah menyebut cara 'mencetak uang' itu bisa dilakukan, meski dia menilai ada risiko yang harus dihadapi pemerintah usai melakukan hal tersebut.

Risiko yang dimaksud adalah lonjakan inflasi. Namun dia menilai risiko tersebut masih bisa diatasi oleh pemerintah.

"Risikonya adalah kenaikan inflasi, tapi menurut saya risiko kenaikan inflasi ini tidak besar, masih manageable," kata Piter saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Oleh karena itu, dirinya pun menilai cetak uang untuk memenuhi kebutuhan dana penanggulangan virus Corona pun bisa dilakukan dan wajar.

Sementara Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan langkah mencetak uang akan berdampak buruk bagi sektor moneter nasional. Meskipun langkah mencetak uang itu bisa dilakukan.

"Karena, pencetakan uang itu hanya menambah money supply, kalau terlalu banyak maka uang yang beredar banyak, penduduk pegang uang banyak, kalau dipegang banyak, maka daya membeli kita akan turun, maka uang yang beredar akan menjadi inflasi, dan nilai riil barangnya menurun, ini yang sisi moneter kurang bagus," kata Tauhid.


Hide Ads