Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mengatakan jika terjadi situasi yang sangat mendesak di desa, maka standar maksimal persentase Dana Desa yang dialokasikan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) boleh ditingkatkan. Namun harus dengan persetujuan bupati/wali kota setempat.
"Persetujuan itu sebenarnya adalah untuk validitas data. Bahwa data (calon penerima BLT Dana Desa yang telah didata) itu benar-benar valid. Karena sisi kemanusiaan harus benar-benar diutamakan dalam konteks ini," ujar Abdul Halim dalam keterangan tertulis, Rabu (29/4/2020).
Seperti diketahui, alokasi jumlah Dana Desa untuk BLT disesuaikan dengan total Dana Desa 2020 yang diperoleh setiap desa. Jika desa memperoleh di bawah Rp 800 juta maka alokasi BLT sebesar 25%. Jika desa memperoleh Rp 800 juta - Rp 1,2 miliar maka alokasi BLT sebesar 30%, dan jika desa memperoleh di atas Rp 1,2 miliar maka alokasi BLT mencapai 35%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Seputar BLT yang Perlu Diketahui Warga Desa |
Abdul Halim menjelaskan pemberian BLT Dana Desa ini meski sudah ada ketentuan maksimalnya, namun bukan berarti tidak bisa dikembangkan. Misalnya jika suatu desa sangat terdampak secara ekonomi, maka lokasinya bisa dinaikkan.
"Misalnya di suatu desa yang sangat terdampak secara ekonomi akibat wabah COVID-19, sementara aturannya maksimal pengalokasiannya 35% dari total jumlah dana desa yang didapat, bisa dinaikkan lagi, dengan catatan mendapat persetujuan dari bupati atau walikota," jelasnya.
Abdul Halim juga mengatakan wabah COVID-19 berdampak pada penurunan jumlah pendapatan bagi sebagian masyarakat seperti buruh dan pekerja harian. Masyarakat miskin yang kehilangan mata pencaharian inilah yang diutamakan untuk mendapat BLT.
Meski ada BLT, Abdul Halim mengatakan penerima BLT Dana Desa merupakan masyarakat yang belum mendapatkan bantuan program pemerintah lainnya seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Kartu Pra Kerja.
"Misalnya jelas-jelas kehilangan mata pencaharian. Misalnya sopir tidak bisa bekerja karena PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan tidak punya tabungan. Tukang batu, kuli bangunan misalnya, yang tidak bisa bekerja dalam kondisi seperti ini, itu semua mereka berhak mendapatkan BLT Dana Desa," lanjut Abdul Halim.
Selain itu, ia menyebut desa yang sebagian besar warganya masih dalam kondisi ekonomi yang stabil secara ekonomi, dana desa yang dialokasikan untuk BLT cukup disesuaikan dengan kebutuhan saja.
"Misalnya ada sebuah daerah yang warganya mayoritas kerja di perkebunan, tidak merasakan dampak ekonomi akibat COVID-19, ya sudah tidak usah dikasih. Makanya kita tidak tentukan batas minimalnya (pengalokasian dana desa untuk BLT), kita hanya tentukan batas maksimalnya," pungkasnya.
(akn/ara)