BPS Jelaskan soal Data Tunggal Produksi Pangan Nasional

BPS Jelaskan soal Data Tunggal Produksi Pangan Nasional

Abu Ubaidillah - detikFinance
Senin, 04 Mei 2020 11:25 WIB
padi
Foto: shutterstock
Jakarta -

Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Badan Pusat Statistik (BPS) Kadarmanto menyebut bahwa data tunggal untuk produksi pangan nasional telah digunakan. Data yang sama juga data yang digunakan Kementerian Pertanian (Kementan) mengenai produksi padi.

"Karena setiap bulan setelah kami amati melalui KSA (Kerangka Sample Area) langsung kami kirim ke Kementan melalui Pusdatin (Pusat data dan Informasi) Kementan. Jadi memang kami sepakat dengan kualitas datanya Pusdatin. "Setiap bulan kami selalu berkoordinasi dengan mereka," ujar Kadarmanto dalam keterangan tertulis, Senin (4/5/2020).

Ia menjelaskan, data produksi padi yang sama juga dikirim kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) serta sejumlah lembaga negara lain sebagai komitmen Satu Dua yang disepakati Desember 2019. Pihaknya selalu berkoordinasi dengan Pusdatin Kementan atau kementerian lembaga terkait lainnya untuk update data.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara mengenai pernyataan Presiden yang mengatakan bahwa ada minus produksi di 7 provinsi, Kadarmanto menyebut bahwa data tersebut adalah data bulanan BPS yang digunakan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan.

"Sebetulnya data yang minus itu ketersediaan. Kami di BPS hanya menyampaikan produksi bulanan. Nah yang ketersediaan itu mungkin digunakan BKP. Tapi kalau data kita selalu disampaikan ke Pusdatin. Jadi persoalan data kami dipakai siapa wewenang Pusdatin Kementan," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Kadarmanto menambahkan, perhitungan surplus dan defisit sebagian orang memang dipengaruhi oleh kebutuhan tingkat konsumsi masyarakat. Misalnya, menurutnya kebutuhan konsumsi di bulan puasa cenderung meningkat sehingga apabila terjadi defisit maka hal tersebut masih wajar.

"Untuk menghitung surplus-defisit memang sangat dipengaruhi beberapa hal terutama di kebutuhan atau konsumsinya. BPS sendiri hanya menghitung surplus defisit produksi saja. Yaitu total produksi dikurangi total konsumsi/kebutuhan," lanjutnya.

Kadarmanto mendukung upaya Kementan dalam memperbaiki sistem distribusi yang selama ini dinilai menjadi pemicu defisit pangan. Namun selain itu, Kementan diharapkan mengecek Delta Stok di gudang-gudang pangan Indonesia.

"Jadi Kalau saya perhatikan perlu dicek di Delta Stock dan memperbaiki pola distribusi. Sehingga, ini bisa digunakan sebagai acuan ketersediaan. Jadi apabila ditambahkan stok bulog, maka harus dipastikan juga bahwa yang di Bulog itu adalah hasil impor sementara Serap Gabah (Serap Gabah), termasuk pengadaan dalam negeri yang sudah termasuk dalam Produksi. Toh secara nasional kita masih surplus produksi," ujarnya.

Sebagai informasi, Kementan memperkirakan produksi beras pada Juni surplus hingga 6.4 juta ton. Perkiraan ini didasarkan pada produksi dan kebutuhan konsumsi bulanan serta memperhitungkan stok pangan yang ada.

Sementara itu, stok pada akhir Maret 2020 terhitung sebanyak 3.45 juta ton dengan rincian 1.4 juta ton dari Bulog, 1.2 juta ton dari penggilingan, 754.000 ton dari pedagang, 2.939 ton dari Lumbung Pangan Masyarakat (LPM), serta stok di rumah tangga dan horeka.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya terus menjaga ketersediaan pangan khususnya di 11 komoditi bahan pokok. Selain itu, Syahrul juga tengah mengintensifkan berbagai kerja sama dengan Kementan, lembaga, serta unsur terkait agar ketersediaan dan distribusi pangan tetap terjaga.




(mul/ega)

Hide Ads