Cegah PHK Bertambah, Pengusaha Kapal Minta Stimulus Ditambah

Cegah PHK Bertambah, Pengusaha Kapal Minta Stimulus Ditambah

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 13 Mei 2020 16:44 WIB
Indonesia kini punya kapal angkutan khusus pengangkut sapi, yaitu KM Camara Nusantara. Kapal seharga Rp 58,6 miliar ini mampu mengangkyt maksimal 500 ekor sapi. Kapal ini akan dipakai untuk mengangkut sapi dari sentra produksi seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur, ke provinsi-provinsi yang minus sapi misalnya DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Michael/detikcom.
Ilustrasi/Foto: Michael
Jakarta -

Para pengusaha kapal mengeluhkan kondisi bisnisnya yang sudah di ujung tanduk. Mereka berharap pemerintah bisa segera memformulasikan stimulus dunia usaha yang lebih masif guna menekan dampak COVID-19.

Pengusaha berharap pemerintah dan OJK agar memperluas basis debitur yang mendapatkan restrukturisasi kredit, sehingga tidak terbatas pada debitur dengan plafon pinjaman Rp 10 miliar. Mereka menilai industri yang terkena dampak COVID-19 merata, mulai dari industri kecil dan menengah hingga industri besar.

Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini kondisi yang dirasakan akibat dampak COVID-19 bukan hanya sektor UMKM namun sudah merambah ke industri besar yang salah satunya adalah industri pelayaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak sebulan masa pandemik COVID-19 di Indonesia, angkutan laut untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50%-70%, ditambah lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan pembatasan pergerakan orang, jumlah arus penumpang bisa dikatakan turun 100%. Sedangkan biaya operasional kapal tetap berjalan, termasuk biaya investasi berupa pokok dan bunga pinjaman bank.

Untuk sektor angkutan kontainer, menurutnya satu bulan terakhir telah mengalami penurunan volume kargo karena dampak dari pembatasan operasional sektor industri di beberapa tempat. Di tengah situasi yang terjadi tersebut, pelaku usaha angkutan kontainer mengalami kesulitan pembayaran tagihan dari pelanggan. Sementara operasional perusahaan harus tetap dijaga agar berjalan dengan baik terutama yang terkait dengan faktor keselamatan.

ADVERTISEMENT

Turunnya harga minyak disaat pandemik Covid-19, sangat berdampak pada sektor angkutan migas dan pelayaran lepas pantai (offshore). Sebagian besar perusahaan minyak melakukan efisiensi dan salah satunya adalah meninjau ulang harga sewa kapal hingga turun 30%-40%.

"Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak COVID-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi," ujar Carmelita dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5/2020).

Karena itu dia berharap pemerintah bisa segera merealisasikan relaksasi pinjaman akibat tekanan COVID-19. Dia juga berharap pemerintah menambah stimulus yang sudah disiapkan.

"Harus ada langkah cepat tepat dan berkesinambungan, dengan resiko yang terukur. Dan itu tidak bisa ditunda lagi, harus segera dilakukan, untuk melengkapi paket kebijakan pemerintah sebelumnya seperti stimulus pajak. Jika tidak, kondisi negatif cashflow yang dialami saat ini dalam waktu dekat akan mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi dan akan banyak korban PHK. Perlu diingat bahwa membangun kembali industri pelayaran memerlukan waktu yang lama dan industri pelayaran merupakan infrastruktur maritim yang menjadi tulang punggung bagi negara maritim seperti Indonesia," ungkapnya.

Sementara Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pandemi COVID-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.

Gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal I/2020 yang hanya tumbuh sebesar 2.97 persen.

"Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi," ungkapnya.

Jika pada kuartal kedua pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar, menurutnya kemungkinan muncul kontraksi ekonomi dan badai PHK akan berlanjut.

"Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas," ucapnya.

Beberapa diantaranya, tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti airport, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.

"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," papar Denon.




(das/eds)

Hide Ads