Begini Cara Bisnis Restoran Bertahan Selama Corona

Begini Cara Bisnis Restoran Bertahan Selama Corona

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 15 Mei 2020 13:43 WIB
Warga duduk pusat jajanan atau food court di pusat perbelanjaan Grand Mall, Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/3/2020). Pemerintah Kota Solo mengeluarkan surat edaran untuk melakukan pembatasan jam operasional Mall atau pusat perbelanjaan selama status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk mengantipasi penyebaran virus corona atau COVID-19. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/hp.
Foto: ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA
Jakarta -

Bulan Ramadhan tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika biasanya restoran jadi tempat paling banyak diburu saat waktu buka puasa, tahun ini restoran tampak sepi bahkan tutup karena ada pandemi virus Corona (COVID-19).

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Emil Arifin mengatakan sudah ada 8.000-an restoran di seluruh pulau Jawa yang berada di mal tutup karena pusat-pusat perbelanjaan tempat mereka berjualan berhenti beroperasi.

"(Hotel yang tutup) diperkirakan 8.000-an. Itu hitungannya dari mal yang tutup tuh 77 (di Jakarta). Di dalam mal tuh kira-kira ada 30-an restoran, belum lagi ada yang stand alone tuh di luar, yang di DKI saja ada 4.700 (restoran). Jadi lebih dari 8.000, itu di Jawa ya," kata Emil kepada detikcom, Jumat (15/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agar bisnis bisa bertahan hidup, Emil bilang, rata-rata penjualan beralih ke online. Mau tidak mau ada yang harus merubah menunya karena menu tersebut dinilai tidak cocok jika didiamkan terlalu lama.

"Supaya lebih bisa diterima karena nggak semua makanan bisa dikirim online. Kayak makanan Jepang itu kan memang enaknya dimakan pas panas, jadi ada waktunya. Jadi bentuknya sekarang frozen dibawa ke rumah, sampai rumah dipanasin. Jadi pada merubah strategi menu sama cara-cara menyajikannya," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Untuk mencoba menarik pembeli, pihak restoran juga tidak jarang menjual voucher dengan harga diskon. Meskipun cara tersebut dinilai tidak dapat menutupi pendapatan yang hilang selama ini.

"Nggak terlalu efektif juga karena banyak persaingannya, mulai dari ibu-ibu rumah tangga yang bikin juga sendiri. Jadi impact-nya nggak terlalu banyak daripada buka langsung," imbuhnya.

Food



(fdl/fdl)

Hide Ads