Bank Jangkar Bisa Ganggu Likuiditas Himbara?

Bank Jangkar Bisa Ganggu Likuiditas Himbara?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 19 Mei 2020 18:25 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan membentuk bank peserta atau bank jangkar yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Bank jangkar ini nantinya akan menerima penempatan dana pemerintah untuk memberi likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit, pembiayaan atau memberikan tambahan kredit.

Anggota komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan mengungkapkan saat ini ada 15 bank beraset terbesar yang masuk kategori bank jangkar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pendeknya, pemerintah mengucurkan dana kepada bank peserta atau bank jangkar. Kemudian bank jangkar akan menyalurkan ke bank pelaksana," kata Heri, Selasa (19/5/2020).

Heri menyebut dalam pandemi COVID-19 ini anggota KSSK, Menteri Keuangan, BI, OJK dan LPS dinilai melindungi diri. Hal ini tercantum dalam Perppu No.1/2020 di mana dalam Pasal 27 dijelaskan bahwa para pejabat KSSK tidak bisa dijerat oleh hukum.

ADVERTISEMENT

Dia menyebut melalui PP 23/2020 yang memunculkan dikotomi bank peserta dan bank pelaksana, KSSK ingin meminjam tangan 15 bank peserta untuk berperan menjadi regulator padahal bank-bank tersebut sejatinya berstatus sebagai obyek kebijakan.

"Remot kontrol kebijakan tetap dipegang oleh KSSK. Kesimpulannya, bank peserta hanya dijadikan tumbal," jelas dia.

Menurut Heri dalam UU PPKSK Bab III Pencegahan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) terutama pasal 16, 17, 18, 19 dan pada bagian ketiga penanganan permasalahan likuiditas bank sistemik sudah sangat jelas, lembaga yang berwenang dan diberi tugas mengurusi masalah likuiditas perbankan yaitu Kemenkeu, BI, OJK dan LPS.

Dia mengatakan tak ada satu pasal pun yang menyebut peran perbankan, karena memang perbankan tidak termasuk regulator, tapi objek kebijakan.

Menurut dia kondisi ini dapat mencelakakan bank Himbara dan nasabah. Saat ini total aset keempat bank tersebut adalah Rp. 3.655,51 triliun dan total DPK mencapai Rp. 2.665,04 triliun. Inilah nilai yang akan dipertaruhkan oleh bank Himbara.

"Dan ingat, itu baru aset 4 bank Himbara, masih ada 11 bank lagi yang berstatus sebagai bank peserta. Melihat begitu besarnya aset bank peserta maka LPS diarahkan untuk memprioritaskan dana pemerintah jika seandainya terjadi permasalahan pada bank peserta," jelas dia.

Dengan langkah ini, dikhawatirkan terjadi permasalahan likuiditas perbankan maka tanggung jawab sepenuhnya diembankan kepada bank Himbara.

Bila terjadi moral hazard maka aset bank Himbara akan tergerus untuk mengganti kerugian akibat adanya moral hazard. Terbukti, beberapa hari belakangan saham-saham bank Himbara berguguran gara-gara wacana akan dijadikan bank peserta alias bank jangkar.

Menurut Heri urusan likuiditas perbankan akan lebih tepat jika ditangani langsung oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI dan LPS yang memiliki ranah mengurusi masalah stabilitas system keuangan.

Pemulihan ekonomi dengan model yang diatur dalam PP 23/2020 memiliki resiko kegagalan yang sangat besar. Pertaruhannya tidak hanya aset bank dan dana masyarakat yang disimpan di dalamnya. Lebih dari itu, sistem tersebut lebih sebagai karpet merah terjadinya mega skandal BLBI jilid II.




(kil/dna)

Hide Ads