Suntikan duit negara untuk modal kerja kepada sejumlah BUMN menjadi sorotan. Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad menyoroti dana yang dikucurkan pemerintah untuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Menurutnya bantuan ini kemungkinan besar untuk menalangi utang Garuda yang jatuh tempo.
"Ini mengkhawatirkan kita, karena Garuda kita tahu pada Juni 2020 ini dia jatuh tempo utangnya mereka senilai US$ 500 juta. Apakah dana talangan ini dimaksudkan untuk itu?" kata Kamrussamad dalam diskusi virtual Kahmipreneur Talk, Senin (1/6/2020).
Kamrussamad mengatakan utang jatuh tempo pada 3 Juni 2020 ini berupa sukuk global, dengan nilai US$ 496,84 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000/US$).
Menurut dia, seharusnya Garuda Indonesia bisa melakukan renegosiasi terkait utang jatuh tempo tersebut. Apalagi hampir seluruh negara saat ini mengalami kesusahan akibat pandemi COVID-19.
"Harusnya kalau ada utang jatuh tempo itu renegosiasi, karena semua negara itu terdampak. Dan saya percaya ada jalan keluar akan hal itu," kata Kamrussamad.
Sementara itu, ekonom Faisal Basri menilai dana yang diberikan pemerintah kepada beberapa BUMN tersebut hampir dipastikan untuk bayar utang. Sebab BUMN-BUMN tersebut dinilai tak memiliki kemampuan untuk membayar kewajibannya.
"Sebetulnya dana talangan investasi pada BUMN ini hampir dipastikan, tapi enggak bisa pastikan 100%, adalah untuk bayar utang yang mereka enggak bisa bayar. Kalau dilihat angkanya hampir-hampir mirip dengan utang mereka. Perumas, Garuda Indonesia angkanya hampir sama dengan utang jatuh temponya," kata Faisal.
Sebelumnya pemerintah menggelontorkan sebanyak Rp 32,65 triliun sebagai talangan atau investasi untuk modal kerja kepada enam BUMN. Selain Garuda Indonesia yang mendapat Rp 8,5 triliun, Perum Perumnas (Persero) juga mendapatkan talangan sebesar Rp 650 miliar; dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 3,5 triliun.
Selain itu, ada juga dana talangan atau modal kerja untuk PT Perkebunan Nusantara (Persero) sebesar Rp 4 triliun, Perum Bulog Rp 13 triliun; serta PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebesar Rp 3 triliun.
(kil/hns)