OJK Sebut Program 'Libur Nyicil' Bisa Ganggu Kas Perbankan

OJK Sebut Program 'Libur Nyicil' Bisa Ganggu Kas Perbankan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 04 Jun 2020 18:10 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik
Jakarta -

Program restrukturisasi kredit atau keringanan cicilan untuk nasabah yang diberikan bank dapat mengganggu arus kas perbankan dan lembaga pembiayaan.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan mekanisme restrukturisasi kredit dilaksanakan berdasarkan penilaian kualitas aset. Keringanan yang diberikan dapat berupa pengurangan tunggakan bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, hingga pengurangan tunggakan pokok.

"Kalau (nasabah) ini tidak membayar angsuran pokok dan bunga, maka cashflow bank dan lembaga keuangan itu akan terganggu sehingga (kekurangan) likuiditas. Nah ini akan dialami oleh lembaga perbankan maupun keuangan. Karena baik direstrukturisasi maupun tidak direstrukturisasi ternyata likuiditasnya itu tidak ada yang masuk. Kecuali kalau bayar," kata Wimboh dalam video conference, Kamis (4/6/2020).

Dia mengungkapkan terganggunya arus kas ini akan mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan karena bank juga harus membayar kewajiban-kewajiban lainnya.

"Lembaga perbankan dan keuangan ini harus bayar dana pinjaman dari bank lain atau bayar bunga dana masyarakat (bunga simpanan), sehingga pasti akan ada missmatch," ungkap dia.



Menurut Wimboh gangguan likuiditas bank dan lembaga pembiayaan ini bisa diatasi dengan melakukan interbank call money atau pinjaman singkat antarbank. Namun langkah ini sulit dilakukan dalam kondisi pandemi.

Menurut dia, OJK bersama pemerintah meramu skema penempatan dana pemerintah di perbankan untuk mendukung program restrukturisasi. Wimboh menyebut skema ini sebagai pinjaman likuiditas dari dana pemerintah yang disimpan di bank peserta.

Yang dimaksud bank peserta ini adalah bank yang biasanya sudah menjadi supplier di money market. Skema penempatan dana pemerintah di perbankan ini ditujukan untuk menyangga bank yang mengalami kesulitan likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit.

Skema ini nantinya memberikan pinjaman dari bank penyangga (peserta) ke bank penerima (pelaksana restrukturisasi kredit) dengan jaminan kredit yang direstrukturisasi.

Kredit yang menjadi jaminan tersebut merupakan kredit berkualitas lancar serta kredit dalam penilaian khusus. Bank pelaksana yang membutuhkan bisa mengajukan pinjaman likuiditas kepada bank peserta yang akan meneruskan permohonannya kepada pemerintah.

"Konsepnya adalah business to business antara bank peserta dan bank pelaksana dengan underlying kredit direstrukturisasi. Kalau business to business, itu betul-betul keputusan bisnis. Dengan adanya ini, maka ada amunisi baru pendanaan dari pemerintah yang uangnya ini rencananya berasal dari surat utang pemerintah yang dibeli Bank Indonesia," jelas dia.




(kil/eds)

Hide Ads