14 Juta Meteran Listrik Belum Dicek Ulang, Siapa Dirugikan?

14 Juta Meteran Listrik Belum Dicek Ulang, Siapa Dirugikan?

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 15 Jun 2020 14:13 WIB
Menyambut lebaran Idul Fitri 1438H, Perusahaan Listrik Negara (PLN) memberi diskon hingga 50 persen untuk penyambungan tambah daya dan baru.
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai 14 juta kWh meter listrik yang belum ditera atau dicek ulang akan menyebabkan perhitungan tagihan menjadi tidak akurat. Untuk itu PLN diharapkan segera melakukan tera ulang atau mengganti kWh meter pelanggan yang sudah tidak layak.

Ketua BPKN Ardiansyah Parman mengatakan ketidakakuratan dalam perhitungan tagihan listrik ini tidak hanya merugikan pelanggan, tetapi juga PLN sendiri sebagai pemasok.

"Ada sekitar 14 juta kWh meter yang belum ditera artinya tidak akurat sehingga menimbulkan kerugian 2 belah pihak. Ini nggak boleh terjadi kalau ini terus-terusan bertahun-tahun ini ancamannya berat," kata Ardiansyah melalui telekonferensi, Senin (15/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan sampling yang dilakukan di Jawa Barat dan Banten, PLN berpotensi rugi sebesar 17,46% akibat meter kWh yang belum ditera ulang. Sedangkan konsumen bisa rugi rata-rata 15,84%.

"Sehingga selisih 2% lebih. Ini dua-duanya mengambil hak orang lain. Itulah yang dihadapi PLN bahwa bermasalah sehingga utangnya ratusan triliun," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Ardiansyah menyarankan agar PLN melibatkan pelanggan dalam mempercepat tera ulang kWh. Pelanggan bisa diminta untuk memfoto meterannya dan PLN bisa mengecek apakah meter tersebut sudah ditera atau belum.

"Nanti dari masukan masyarakat, PLN menilai apakah dari kWh meter ini segera ditera ulang atau diganti yang baru," imbuhnya.

Sedangkan Koordinator Komisi Advokasi BPKN, Rizal E Halim mengatakan dalam hal ini pelanggan yang dirugikan karena tagihan listriknya bisa saja tidak sesuai pemakaian. Ditambah kondisi sedang sulit membuat kondisi keuangan semakin terbebani.

"Dampaknya ke masyarakat. Dalam kondisi normal saja tidak bisa diterima apalagi dalam masa sulit ini yang banyak kehilangan pendapatan dari COVID-19 ini," tegasnya.




(eds/eds)

Hide Ads