Tahun 2020 merupakan tahun yang begitu menegangkan bagi dunia investasi. Setelah bergejolak lantaran adanya perang dagang AS vs China, kini situasi diguncang dengan adanya pandemi virus Corona atau COVID-19 yang belum diketahui pasti kapan akan berakhir.
Meski begitu bukan berarti investor harus patah semangat. Investor harus semakin jeli memilih instrumen investasi yang masih menguntungkan tapi juga tetap aman.
Emas sering menjadi pelarian bagi investor untuk menempatkan dananya ketika terjadi gonjang-ganjing ekonomi. Tapi CEO Schroders Indonesia Michael Tjoajadi tidak menyarankan untuk menempatkan uang terlalu lama di emas tahun ini karena harganya akan cenderung flat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang emas akan bergerak positif manakala ekonomi melambat dan itu terjadi di 2008-2009 dan terjadi lagi di akhir 2019 dan 2020. Harga emas sudah di US$ 1.700-an per troy ounce. Tapi sudah flat, dia nggak pernah tembus US$ 1.800, karena banyak yang melihat ekonomi akan pulih. Sehingga orang tidak terlalu banyak menempatkan dana ke emas," tuturnya dalam webinar market update, Selasa (16/6/2020).
Sementara dalam acara yang sama Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya meyakini tahun ini instrumen investasi yang akan menjadi primadona adalah obligasi.
"Tahun 2020 adalah tahunnya obligasi, bond masih menjadi pilihan investasi karena risikonya tidak sebesar reksadana saham. Jadi bond masih pilihan cukup baik," tuturnya.
Obligasi akan semakin diminati dengan era suku bunga yang rendah. Apa lagi Bank Indonesia (BI) sebentar lagi akan menentukan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate yang diprediksi akan kembali dipangkas.
"Kenapa obligasi menarik, karena BI masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga. Kemudian real yield di Indonesia masih atraktif, masih sekitar 5%. Negara tetangga 4%. Indonesia masih cukup bagus dan dana asing sejak April sampai sekarang sudah Rp 20 triliun," terangnya.
Meski begitu, Ivan juga masih menyarankan para investor ritel untuk membeli reksa dana berjenis saham. Sebab dengan melihat kondisi pasar modal saat ini sudah mulai kembali bergairah.
"Reksa dana saham juga memiliki peluang. Kami menyarankan saatnya untuk memasuki reksadana saham berkapitalisasi besar. Saya rasa bisa dilihat saat ini kenaikannya sudah signifikan," tutupnya.
(das/eds)