Pengusaha Bus Teriak Ditinggal Penumpang karena Wajib Rapid Test

Pengusaha Bus Teriak Ditinggal Penumpang karena Wajib Rapid Test

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 30 Jun 2020 11:30 WIB
Sejumlah calon penumpang bersiap naik bus di area Terminal Jatijajar, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/4/2020). Pemerintah memutuskan kebijakan larangan mudik Lebaran 2020 bagi masyarakat mulai berlaku Jumat (24/4) guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA
Jakarta -

Pengusaha otobus mengeluhkan penerapan aturan wajib rapid test untuk ke luar kota. Pasalnya, hal ini justru menjadi momok untuk masyarakat yang mau naik bus.

Menurut Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan hingga hari ini banyak masyarakat yang enggan naik bus karena beranggapan untuk naik bus khususnya ke luar kota terlalu banyak aturannya. Akibatnya, banyak orang kini memilih untuk naik kendaraan pribadi atau mobil sewaan.

"Sekarang itu penumpang takut naik bus, justru yang terjadi masyarakat tetap jalan, tapi bukan pakai bus, pakai kendaraan pribadi atau kendaraan pribadi yang dijadikan angkutan, karena mindset-nya naik bus itu diperiksa harus diperiksa a, b, c, d, e, f kayak yang diatur pemerintah," ungkap pria yang akrab dipanggil Sani ini kepada detikcom, Selasa (30/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui hasil tes negatif virus Corona jadi syarat untuk mobilisasi orang untuk ke luar kota, salah satunya dengan menunjukkan hasil tes negatif minimal dengan rapid test.

Bukan cuma jadi momok, Sani menjelaskan, aturan wajib rapid test ini juga kurang pengawasannya di lapangan. Menurutnya masih sering orang keluar masuk tanpa dicek petugas. Sani khawatir hal ini bisa berimbas pada perekonomian pengusaha bus.

ADVERTISEMENT

"Itu cuma menjadi momok buat penumpang, pengawasannya juga nggak jelas. Janganlah aturan jadi momok sehingga masyarakat jadi takut, efek domino masif bisa sebabkan perekonomiannya susah," ujar Sani.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Sani meminta harusnya pemerintah menyerahkan aturan operasional kepada pengusaha bus. Hal ini dilakukan agar semua kegiatan bisa fleksibel, menurutnya pengusaha pun paham soal protokol kesehatan.

"Sudahlah nggak usah banyak bicara aturan, urus saja kami secara makro, mikro urusan kami. Mikro itu ya operasional sehari-hari, yang fleksibel lah, kan show must go on, ini new normal lho kita juga paham soal protokolnya," kata Sani.

Dengan ataupun tanpa kewajiban rapid test, pihaknya pun sudah menerapkan protokol kesehatan ketat untuk naik bus, mulai dari wajib menggunakan masker hingga penerapan social distancing di dalam bus.

"Kami pelaku jasa transportasi darat, kami juga takut kalau nggak menegakkan protokol, social distancing juga kami terapkan, kan bolehnya juga 70% aja kan," ujar Sani.

"Kami pastikan kok semua penumpang bahkan kru di lapangan gunakan masker, siapkan hand sanitizer dan mewajibkan mereka cuci tangan. Kami juga ukur suhu tubuh, semua protokol semacam itu kami lakukan," paparnya.



Simak Video "Video Puluhan Bus Bekas TransJakarta Hangus Terbakar di Jakbar"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads