Serapan Anggaran Kesehatan Baru Dikebut Setelah Jokowi Marah

Serapan Anggaran Kesehatan Baru Dikebut Setelah Jokowi Marah

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 03 Jul 2020 21:30 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Penyerapan anggaran untuk perlindungan sosial dan kesehatan begitu jauh berbeda. Hal itulah yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah besar hingga melontarkan ancaman reshuffle.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, berdasarkan data terbaru serapan anggaran kesehatan untuk penanganan COVID-19 baru mencapai 4,68%. Penyerapan anggaran yang rendah dikarenakan proses perubahan pagu maupun kendala pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan.

"Ini makanya Pak Jokowi marah-marah, bahwa terlihat pencairan untuk anggaran kesehatan, insentif tenaga medis, santunan dan sebagainya itu lambat sekali," ujarnya dalam acara CNN Indonesia 'Jurus Jokowi Lawan Hantu Resesi' Jumat malam (3/7/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Febrio serapan anggaran kesehatan baru terlihat meningkat setelah ditegur Jokowi. Pada Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020 Jokowi memang terlihat sangat marah hingga mengancam reshuffle.

"Barulah satu minggu ini kelihatan loncatannya, kerjasama mulai terlihat baik. Bagaimana prosedurnya disederhanakan. Ini kita berjuang antara kecepatan dan tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik itu banyak administrator di lapangan kesulitan. Ini makanya disimplifikasikan, jangan sampai uangnya tidak sampai ke lapangan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Kondisi itu sangat berbeda dengan catatan penyerapan anggaran perlindungan sosial. Saat ini serapannya sudah mencapai 34,06%.

"Perlindungan sosial ini kita melihatnya dari April sampai akhir tahun, katakanlah 9 bulan. Kita lihat dalam 9 bulan sekarang sudah 34% ini masih oke, karena masih ada 6 bulan lagi," ujarnya.

Asal tahu saja, anggaran PEN mencapai Rp 695,2 triliun ini dialokasikan untuk sektor kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,90 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga (k/L) serta Pemda sebesar Rp 106,11 triliun.




(das/fdl)

Hide Ads