Abon atau daging sapi kering olahan menjadi salah satu produk unggulan sentra industri kecil menengah (IKM) di Boyolali Jawa Tengah. Produk abon sudah dikenal sebagai campuran makanan, bagi semua lapisan masyarakat di Indonesia.
Salah satu IKM abon di Boyolali, Turis Maulana mengatakan wilayah Winong Boyolali menjadi sentra pembuatan abon sejak puluhan tahun lalu. Ia melalui bendera abon Rojo Koyo setidaknya sudah memproduksi abon sejak 1976, atau sudah memasuki bisnis keluarga generasi kedua dari orang tuanya Ngatmi Harto Sumarjo.
"Kelebihan abon dari makanan olahan daging sapi lainnya, abon bisa tahan sampai satu tahun asal tak terbuka kemasannya," kata Turis saat ditemui kediamannya Boyolali, Jawa Tengah, akhir pekan lalu, Sabtu (21/8/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Abon saya diproduksi hingga 9 grade, untuk memenuhi permintaan semua segmen pasar," katanya.
Ia menjelaskan untuk abon segmen paling rendah, ia jual hanya Rp 24.000 per kg dengan komposisi daging sapi hanya 40-50%. Sementara abon berkualitas teratas ia jual hingga Rp 115.000 per kg dengan komposisi daging sapi di atas 90%.
Abon Rojo Koyo kini sudah dipasarkan ke berbagai wilayah di Indonesia seperti Pulau Jawa, Solo, Jakarta, Bandung, Semarang, juga di luar Jawa seperti Sulawesi dan Sumatera. Sedangkan untuk pasar ekspor sudah merambah ke Timur Tengah meski masih dalam jumlah yang terbatas sebagai barang bawaan.
Kini dengan dibantu oleh 15 karyawannya, usaha abon Rojo Koyo setidaknya bisa beromset Rp 300-an juta per bulan atau miliaran per tahun. Meski sampai saat ini Rojo Koyo hanya dipasarkan melalui suplier-suplier mitra dan para pedagang bumbu di pasar.
"Kita belum masuk supermarket, karena, memang sudah pernah dicoba masuk ke Carrefour tapi lama proses bayarnya," ungkap Turis.
Menjelang lebaran ini, Turis mengaku permintaan abon meningkat tajam hingga 15%, meski pada tahun lalu produksi abonnya justru melempem alias sepi karena imbas krisis.
Asal tahu saja, bahan baku abon terbuat dari campuran daging sapi, kacang tanah, kacang koro, gula merah dan putih, bawang merah dan putih serta yang lainnya. Masalah bahan baku, lanjut Turis, seperti harga gula dan daging sapi yang naik turun menjadi salah satu tantangan dari bisnis olahan abon.
"Tahun ini saja untuk lebaran harga bahan baku sudah naik 10%," katanya.
Turis mengklaim bahan daging yang dipakai adalah murni daging sapi. Hal inilah yang menjadi salah satu kunci sukses bisnis keluarganya memproduksi abon.
"Pernah dulu dipalsu era tahun 1980-an-1990-an, sudah lama sekali," katanya.
Di Plosokerep Winong Boyolali setidaknya ada 20 IKM sejenis seperti Rojo Koyo yang menghasilkan abon-abon asli daging sapi, sebagian sudah mencicipi pasar ekspor. Dari para IKM abon tersebut setidaknya omset Rp 8 miliar per bulan berputar di wilayah Kaki Gunung Merbabu tersebut.
Abon Rojo Koyo
Turis Maulana
Plosokerep Winong Boyolali Jawa Tengah (hen/dnl)