Ekspor, kata dia, bukan tujuan akhir. Justru yang perlu diperhatikan adalah, apa tujuan lebih lanjut setelah melakukan ekspor. Bila tak memiliki tujuan jelas, maka ekspor bisa sia-sia.
"Orang kadang bangga sudah ekspor. Kita pilih bertahan di lokal belum tentu kalah sama (asing) yang masuk ke lokal. Memang ada satu perusahaan kami (Pipiltin Cocoa) yang sudah ekspor. Tapi tentukan dulu apa tujuannya ekspor? Kalau tujuannya hanya ingin ekspor ya itu bukan solusi yang bagus," kata Irvan dalam acara d'preneur Entrepreneur Juara di Ice Palace, Lotte Shopping Avenue, Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Dia bercerita, Pipiltin Cocoa yang dirintisnya punya tujuan tertentu mengekspor produk coklat ke Jepang, bukan untuk menaikkan volume penjualan dengan bisa ekspor dalam jangka pendek, melainkan lebih karena penguatan branding.
"Kebetulan ekspor coklat ke Jepang di daerah Ginza. Kalau pergi ke sana melihat ada produk Indonesia, itu kayak bangga. Karena budaya minum coklat belum semasif kopi, maka perlu panggung produk yang pas, yaitu eskpor ke Jepang," ujar Irvan.
Ekspor menurutnya memang bukan untuk tujuan peningkatan penjualan di awal, namun jauh dari itu, yakni meningkatkan branding yang pada akhirnya bisa memperluas pasar di masa mendatang.
"Karena ketika sudah masuk ke Jepang, itu di atasnya ekspor ke Hong Kong. Orang melihatnya kalau sudah ekspor ke Jepang pasti mudah diterima di Hong Kong, padahal ekspor ke sana juga karena ada jalan, ekspor bukan alat, tapi tujuan saja (branding)," ungkap Irvan. (idr/dna)