Awalnya, ia merintis usaha sus kering saat tinggal di Padalarang, Bandung Barat. Kala itu, ia mengajak anak-anak yang putus sekolah untuk membantu membuat pesanan sus kering.
Namun kini, ia sudah pindah ke Baleendah, Bandung. Anak-anak yang putus sekolah juga kini tidak bisa lagi membantunya membuat pesanan sus. Kini ia mengajak ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk menyelesaikan pesanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Meraup Cuan dengan 'Memutilasi' Sepatu |
Modal awal yang ia gunakan untuk merintis usaha sus kering tidak banyak, hanya sekitar Rp 300.000 untuk membeli bahan kue. Sedangkan, untuk peralatan memanggang kue, ia sudah memilikinya.
"Kalau sus sudah punya alat hanya beli bahan Rp 300.000," tutur Ani.
Sekitar dua tahun berjalan, tantangan yang dihadapinya dalam menjalankan bisnis ini adalah soal pemasaran. Ani masih merasa sulit memasarkan produknya lebih luas lagi lewat berbagai platform. Meski demikian, ia tengah mempelajari hal tersebut.
"Kalau pemasaran sebetulnya kurang lincah geraknya. Respons pasar bagus cuma ibu-ibu kan butuh tim kaya digital marketing agak-agak susah pemasaran online kaya bikin konten," ujar Ani.
![]() |
Menjalankan bisnis kue juga bukan tanpa tantangan, ia juga pernah mengalami lesunya bisnis tahun lalu. Jumlah pesanan turun hingga karyawan yang membantunya berkurang.
"Setelah itu 2017 itu turun benar-benar turun sampai karyawan satu akhirnya," kata Ani.
Kini, ia mampu melayani pesanan hingga 3.000 kemasan per bulannya. Setiap kemasan dijual Rp 15.000 dengan beragam varian rasa.
Dengan jumlah pesanan tersebut, ia mampu mengantongi omzet hingga Rp 30 juta per bulannya.
"Sekarang Rp 30 jutaan pas 2016 di RP 20-25 sempat itu jatuh pernah jatuh Rp 1-2 juta," ujar Ani.
Ke depan, ia berencana membuka toko sus sendiri. Dengan demikian ia berharap merek susnya bisa semakin dikenal orang banyak.
"Penginnya punya outlet, tadinya mau fokus di olahan sus jadi nge-brand sebagai pengolah sus," tutur Ani.