Berkat Pelatihan Ini, Sandal Kulit Cibaduyut Tembus Ekspor ke Afrika

Berkat Pelatihan Ini, Sandal Kulit Cibaduyut Tembus Ekspor ke Afrika

Akfa Nasrulhak - detikFinance
Kamis, 17 Okt 2019 13:17 WIB
Foto: Akfa Nasrulhak
Jakarta - Cibaduyut, salah satu daerah di Bandung ini memang terkenal dengan sepatu dan sandal kulitnya yang khas. Salah satu pengusaha alas kaki asal Cibaduyut, Euis Supriati pun berhasil meraih cuan dari bisnis tersebut, hingga kini bisa menembus pasar ekspor ke Nigeria, Afrika Selatan.

Pada mulanya, industri berskala rumah tangga dengan nama perusahaan CV BDC Bandung ini hanya mempekerjakan sekitar 10 orang warga di dekat rumah Euis. Awal mula didirikan usaha ini memang harus memerlukan modal yang tidak sedikit, karena peralatannya juga punya harga yang mahal.

"Mulai dirikan usaha tahun 2015. Modalnya Rp 500 juta modal. Awalnya memberdayakan warga sekitar 10 orang. Sekarang sudah nambah jadi 30 orang. Ini memang usahanya di rumah-rumah gitu," ujar Euis di sela-sela kegiatan Trade Expo Indonesia di ICE BSD City, Tangerang Rabu (16/10/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sandal dan sepatu kulit asli buatan Euis memang terbuat dari bahan kulit asli. Bahkan, beberapa produk ada dari kulit biawak, hingga serat bambu. Hingga akhirnya ada yang tertarik sandal kulit dari investor asal Afrika.

"Mulanya hanya ekspor 100 pasang, lalu bertambah menjadi 200, 500. Sekarang lagi ada proses negosiasi buat ngirim 1.000 pasang. Mudah-mudahan lancar," ucap Euis dengan penuh harap.

Euis mengakui, ia bisa mulai melakukan ekspor produknya setelah mengikuti pelatihan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank. Sebelum bisa melakukan ekspor, omset per tahun yang bisa didapatkan hanya sekitar Rp 100 juta. Kini ia bisa lebih banyak karena memiliki jaringan pemasaran hingga ke luar negeri dengan omset pada 2018 kemarin mencapai Rp 800 juta.

Meski baru satu negara saja, setiap sendal tersebut bisa dijual sebesar US$ 8,5 atau sekitar Rp 113 ribu. Adapun beberapa produk alas kaki Euis memiliki harga variasi mulai dari Rp 90 ribu hingga Rp 2,2 juta. Selain Nigeria, targetnya sandal yang diberi merek Rionard buatannya akan diekspor ke Taiwan, Afrika Selatan, dan Timur Tengah.

"Itu untuk sandal. Kalau sepatu baru Filipina. Ada yang lagi yang berminat sepatu, tapi harga belum cocok," ujarnya.

Pelatihan khusus bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) ini memang menjadi salah satu jembatan bagi pengusaha untuk bisa bersaing di pasar ekspor. Melalui program Coaching Program For New Exporter (CPNE), LPEI melakukan pendampingan, pelatihan packaging, bagaimana membuat desain yang baik, bagaimana memasarkan, juga bagaimana meng-handle order.

"Awalnya tahu CPNE ini dari grup UKM Bapeda, kan kita salah satu UKM binaan pemerintah juga jadi dari program pemerintah itu menampung para UKM, saya salah satunya. Nah di grup itu di-share ada program CPNA tapi di Jakarta, ah tidak apa-apalah untuk calon pengusaha ekspor ini. Akhirnya kita ikuti,"ujar Euis.

"Waktu itu saya kaget ternyata pesertanya banyak banget sampai ratusan orang. Kan kita pikirnya pelatihan itu 20 atau 30 orang. Waktu itu tahun 2018 pelatihannya sampai 200 orang," tambahnya.


Menurut Euis, pelatihan di CPNE sangat mendetail, bahkan ia diarahkan dalam setiap tahapan hingga akhirnya bisa ekspor. Bahkan, harga produk pun diajarkan bagaimana agar dapat bersaing dan menguntungkan.

"Waktu itu pelatihnya juga bagus sih. Jadi kayak buat tahu pembelinya di luar negeri itu di kasih arahan sampai sedetil itu. Negara mana aja yang punya potensi beli. Dari bimbingannya juga kita percaya diri untuk ekspor karena bimbingannya juga diarahkan. Untuk mulai ekspor, konsultasi ke sini, perlu ke sini. Jadi enaknya di Exim Bank itu diarahkan. Kita diajarin sampai hitung harga produk kita itu berapa," ujarnya. (akn/akn)

Hide Ads