Setidaknya itu yang dilakukan oleh Happy Yosera, pengusaha kuliner khas Bandung, yaitu seblak yang mengadu nasib di Jakarta. Happy panggilan akrabnya, sudah berjualan seblak sejak 5 tahun lalu.
Pria berdarah Sunda ini bercerita, awalnya dia membuka 2 gerai seblak di kawasan Jakarta Timur. Kala itu, makanan yang khas dengan rasanya yang pedas ini belum begitu menjamur seperti sekarang. Seblaknya diberi nama Seblak Edun. Edun berarti gila yang menggambarkan ekspresi saat merasakan kepedasan panganan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Modalnya cuma Rp 400 ribu saat itu. Beli kerupuk, bumbu-bumbu dan lainnya," cerita Happy kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Butuh waktu dua tahun hingga mencapai titik balik kesuksesan Happy. Seiring berjalannya waktu, masyarakat pun gandrung terhadap panganan ini. Usahanya terus berkembang. Dia pun terus mengepakkan sayap bisnisnya dan membuka hingga lebih dari 20 cabang dan mempekerjakan puluhan karyawan.
"Omzet saat itu bisa sampai Rp 1 miliar lebih per bulan," ujarnya.
Usahanya ini juga terbantu dengan adanya layanan ojek online. Penjualannya bisa meningkat tajam karena kontribusi ojek online.
"Bisa 65% sendiri dari ojek online ini," katanya.
![]() |
Tak ada usaha tanpa ada tantangan dan rintangan. Happy juga mengakui, selama 5 tahun berdagang seblak, usahanya juga mengalami fase naik turun. Ditambah, saat ini seblak sudah bukan lagi makanan yang eksklusif.
Makanan yang berbahan dasar kerupuk basah ini bisa banyak ditemui di ibu kota. Beda dengan beberapa tahun belakangan. Apalagi ada layanan pesan makanan lewat ojek online memudahkan mereka yang ingin beli.
Perlahan Happy mulai menutup gerai-gerainya satu per satu. Dia memang tidak menjalankan bisnis dengan sistem waralaba alias franchise. Semua gerai dia kelola dan miliki sendiri.
Persoalan semakin berat ketika dia tak mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai. Sekarang, gerainya hanya tersisa 13 yang tersebar di Jakarta. Rata-rata omzet yang didapat Rp 1,7 juta-Rp 2 juta per hari. Happy mengaku di weekend bisa sampai Rp 3 juta per hari.
"Omzet sekarang rata-rata Rp 500-600 juta per bulan. Karyawan inti ada 17 orang," ujarnya.
Meski begitu, Happy tak patah arang. Dia seakan sudah kebal dengan jatuh bangun menjalankan bisnis. Berjualan seblak pun adalah bisnisnya yang kesekian puluh kali yang digeluti.
"Ini yang keberapa puluh kali saya mencoba usaha. Saya jualan pulsa, sempat juga jualan pakaian, jual buah-buahan, dicoba. Tapi nggak ada yang jalan," katanya.
Tapi, berbekal keyakinan dan percaya bahwa berdagang itu salah satu bagian dari ibadah, usaha seblaknya masih eksis hingga sekarang.
"Intinya ya konsisten, usaha ini kan juga tentang iman. Di sini saya berusaha, tapi kehendak Allah yang paling dominan," tutur Happy.
(zul/ara)