Sejalan dengan itu, kebetulan ada sebuah perlombaan terkait pengolahan sampah. Barang-barang produksi Yanti rupanya terpilih menjadi salah satu yang terbaik.
"Alhamdulillah kita the best karena orang-orang belum, kita sudah melakukan otak-atik duluan dari situ mulailah kita mulai dikenal orang Trashion sampai sekarang. Dari awalnya ide kepepet sebenernya. Karena nggak tau (sampah) mau diapain," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mengembangkan Trashion, kata Yanti, ia melibatkan masyarakat yang berada di sekitar sana. Terutama, pada orang-orang yang menganggur dan tidak memiliki keterampilan. Di tempat itu, Yanti mengajari dan mengupah mereka.
Masalah sumber daya manusia memang menjadi masalah tersendiri buat Yanti. Sebab, orang atau penjahit profesional belum tentu mau mengolah sampah. Apalagi, proses pembuatan produk membutuhkan waktu yang lama, dari mencuci sampah, membuat model hingga menjahitnya.
"Kalau tukang jahit profesional mereka belum tentu mau mengerjakan sampah karena mereka berpikir di tempat lain bisa bikin berapa kodi. Jadi prosesnya yang panjang yang ditolak orang," ungkapnya.
Lebih lanjut, Yanti menuturkan, untuk produknya seperti tas kecil ia banderol sekitar Rp 70 ribu. Sementara, yang paling mahal berupa koper bisa mencapai Rp 700 ribu hingga Rp 800 ribu.
Barang-barang tersebut biasanya dibeli oleh perusahaan swasta yang menggelar program Green and Clean dan membina komunitas Yanti. Bahkan, barang-barang itu bisa tembus sampai Amerika Serikat dan Inggris.
Yanti juga biasa menjual barang-barang tersebut melalui Facebook di akun Trashion Indonesia. Bukan tanpa alasan, ia memilih Facenbook karena ia lebih suka bercerita saat merilis produk-produknya.
"Saya suka di Fecebook karena leluasa bercerita, ketika setiap membuat produk baru saya ceritakan," ucap Yanti.
Sebelum pandemi Corona, Yanti mengaku omzetnya bisa tembus Rp 20 juta sebulan. Apalagi, saat menerima pesanan dari perusahaan yang membinanya.
"Kalau dulu Alhamdulilah ya Rp 20 juta dapat, apalagi waktu kita ekspor," jelasnya.
Sayang, kegiatan komunitas Yanti sendiri terpukul karena pandemi. Ia mengurangi aktivitasnya sejak Maret atau sejak pemerintah menganjurkan tidak berpergian dan bekerja dari rumah.
Yanti juga mengaku, kegiatannya baru dimulai belum lama ini. Ia pun berharap, situasi segera pulih seperti semula.
"Mudah-mudahan jangan terus deh, kasihan anak-anak pada nanya kerja lagi. Karena yang saya bina ini kan anak-anak yang nganggur, mereka nggak punya skill jahit, intinya nggak punya skill apa-apa. Saya ajari terus gitu," terangnya.
Simak Video "Video: Sederet Fitur iPhone, Mac, iPad Penunjang Produktivitas UKM"
[Gambas:Video 20detik]
(acd/zlf)