Membuat keripik dari pisang sudah biasa. Tetapi bagaimana jika bahan baku yang dipilih adalah limbahnya seperti bonggol hingga batang pohon pisang?
Di tangan Elis Nurhayati (28) bahan baku tersebut bisa menjadi makanan yang bernilai jual. Limbah pohon pisang itu bisa diolahnya menjadi beragam menu camilan yang lezat, seperti keripik dan kerupuk.
Berdiri sejak 2018, ide itu muncul dari keresahannya bersama sang ibu, Suratmi karena banyak limbah pohon pisang akibat diambil buahnya saja di rumahnya daerah Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika itu saya berpikir kalau pisang saja bisa dimanfaatkan, kenapa limbahnya tidak? Jadi ketika itu ada lomba inovasi produk daerah, tepatnya di Papua. Kami ikut, kami ketika itu mencari apa yang cocok untuk inovasi, akhirnya kami menemukan satu produk ini," kata Elis kepada detikcom, Kamis (31/12/2020).
Awalnya dia menjalankan bisnis dari limbah pohon pisang ini hanya dari rumah, sampai akhirnya semakin berkembang dengan memiliki rumah produksi sendiri beserta 8 pegawai, dilengkapi berbagai macam alat yang mendukung. Bisnisnya semakin besar hingga omzet yang diraihnya bisa Rp 7-9 juta per bulan.
Namun dikarenakan terdampak pandemi, omzetnya turun hingga 50%. Reseller dari beberapa tempat oleh-oleh di Indonesia banyak yang berhenti karena tutup, termasuk reseller dari Malaysia, Singapura, hingga Turki. Penjualannya saat ini hanya mengandalkan reseller dari supermarket dan online.
"Dulu kami dalam setahun bisa Rp 100 juta tidak termasuk biaya cost lain-lain, itu laba bersih. Sebulan sebelum pandemi Rp 7-9 juta. Musim pandemi ini hanya Rp 2 juta juga sudah alhamdulillah," ucapnya.
Modal usaha yang dirogoh Elis untuk memulai bisnis ini disebut hanya Rp 400 ribu. Uang tersebut digunakan untuk membeli peralatan produksi, hingga bahan baku yakni limbah pisang yang ia beli dari warga sekitar untuk pemberdayaan.
"Modal Rp 400 ribu untuk kami olah beli bahan baku. Waktu 2019 kami hargai sekitar Rp 20.000, per kilonya kita hargai Rp 5.000. Kalau sekarang hitungan kami per batang Rp 50.000, terdiri dari bonggol, ares sama gedebog-nya. Jadi nggak terbuang, semuanya kami olah," imbuhnya.
Dari berbagai pohon pisang, ternyata yang limbahnya paling cocok untuk diolah adalah pohon pisang kepok. Itulah salah satu yang menjadi tantangannya dalam berbisnis ini karena semakin langkanya pohon pisang tersebut untuk ditemukan.
"Soalnya uji coba kami beberapa pisang memang tidak jadi, rasanya pahit, getir dan lain-lain. Kadang itu kita kesulitan bahan baku karena mulai jarang dan tidak semua pisang bisa. Jadi kami juga mendatangkan dari luar daerah," jelasnya.
Elis menjelaskan bagaimana cara mengolah limbah pohon pisang jadi sebuah produk yang lezat. Untuk keripik bonggol pisang, bonggol yang diambil, direndam terlebih dahulu dengan air kapur selama satu hari satu malam. Setelah itu angkat untuk ditiriskan, cuci bersih dan siap untuk digoreng dengan tepung.
"Kalau kerupuk agak lama soalnya prosesnya dikukus, dijemur dulu. Keripik gedebog kita baru mempunyai dua rasa, krispi sama pedas gurih. Alami tanpa bahan pengawet, tanpa bahan buatan. (Prosesnya) 2-3 hari, sampai pengemasan 7 hari, soalnya setelah digoreng, didiamkan selama dua hari dulu agar minyaknya tidak nempel pada plastik ketika dikemas," sebutnya.
Harga produk yang dijual pun beragam mulai dari Rp 13 ribu untuk keripik gedebog, Rp 8.000 untuk kerupuk ares pisang, dan Rp 12 ribu untuk keripik bonggol pisang. Buat yang penasaran mau coba camilan dari limbah pisang ini, bisa mengunjungi akun Instagram @saeeku_aneka_camilan. Selamat mencoba.