Bangkit dari Bangkrut, Dagang Jamu Beromzet Rp 100 Juta/Bulan

Saatnya Jadi Bos

Bangkit dari Bangkrut, Dagang Jamu Beromzet Rp 100 Juta/Bulan

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 29 Jan 2021 07:55 WIB
Peluang Usaha TemulawakΒ Eson
Foto: Dok. Muhammad Ismail Fahmi

Memasuki tahun 2020 sampai bulan April, omzet penjualannya anjlok hingga 80% karena kabar pandemi yang baru merebak di dunia dan Indonesia. Namun, setelah Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah, dengan maraknya pembahasan khasiat temulawak untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama penyebaran COVID-19, produknya pun langsung dilirik masyarakat.

Dari volume produksi, memang sama dengan sebelum pandemi, yakni 1.000 botol per hari. Namun, pandemi ini membuat penjualannya beralih ke online, melalui Facebook dan Instagram, kemudian juga meningkatkan kreativitas timnya karena bisa membuat variasi kemasan produk.

"Kalau sebelum pandemi kita offline, hanya 1 varian produk. Nah selepas pandemi kita bisa punya 7 market yang berbeda-beda, varian kemasan. Kalau pandemi kita hanya menggunakan 1 botol kemasan untuk di warung kopi (warkop) dan warung makan. Nah sekarang ada gelas cup untuk suguhan tamu, ada botol model jaman dulu untuk kafe-kafe besar, lalu kemasan 1,5 liter untuk pedagang kaki lima (PKL), jadi semakin kreatif," imbuh dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peluang Usaha Temulawak EsonPeluang Usaha Temulawak Eson Foto: Dok. Muhammad Ismail Fahmi

Fahmi mengatakan, dengan cara itu ia masih bertahan di tengah pandemi Corona. "Yang penting kita tidak tergerus di pandemi," ujarnya.

Kini omzetnya bertahan di angka Rp 4 juta per hari, atau sekitar Rp 100 juta per bulan. Selain itu juga, ia masih mempertahankan 10 karyawannya di saat banyak pelaku usaha yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak pandemi.

ADVERTISEMENT

"Karyawan alhamdulillah 10 orang tetap. Saya memberdayakan masyarakat di wilayah Gresik," katanya.

Saat ini, Fahmi sedang bekerja sama dengan pihak ketiga untuk memasarkan produknya ke e-commerce. Ia mengaku belum bisa memasarkan ke e-commerce secara langsung dikarenakan kurangnya keahlian dan juga sumber daya manusia (SDM).

"Karena kekurangan SDM, jadi saya hanya bisa offline. Dan kalau marketing online kurang bisa, namanya orang dulu. Tapi selama ini saya hanya menjajal Facebook dan Instagram, dari situlah kita pakai sistem kemitraan, jadi reseller. Nah reseller ini yang menjual di e-commerce," pungkasnya.


(vdl/eds)

Hide Ads