Pertanian jamur ternyata cukup menjanjikan sebagai ladang bisnis. Budidaya dan berbisnis jamur pun menarik hati pria bernama Helmi Nurjamil yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Kini, setelah resign dari PNS pada 2020, berusia 32 tahun itu fokus untuk mengembangkan bisnisnya dengan nama PT Halwafarm Sinergi Indonesia atau lebih dikenal Jamur Halwa. Bisnisnya yang memiliki jargon Petani Jamur milenial kini terus berkembang dan beromzet mulai Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar.
"Omzet sekarang kita di angka Rp 700 juta sampai Rp 1 miliar per bulan untuk semua produk," katanya saat berbincang dengan detikcom, Kamis (18/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Helmi mengungkap bisnisnya ini memang diisi dan diolah oleh anak-anak muda Total karyawannya kini 50 orang.
"Kita rata-rata di umur 18 hingga 40 tahun ya," tambahnya.
Bagaimana Helmi memulai bisnisnya? Lihat di halaman berikutnya.
Awal mula akhirnya dia tertarik dengan pertanian jamur saat dirinya masih menjadi PNS, dan melihat agrobisnis di Indonesia ini mulai menurun dan ancamannya banyak negara yang menjadi pesaing baru. Padahal, potensi agrobisnis di Indonesia ini sangat menjanjikan.
"Dari situ saya berpikir potensi agro ini kalau dibiarkan bukan generasi muda yang pegang alhasil semua di komoditi, kita hanya jadi market aja. Sementara di pebisnis itu malah orang orang luar," terangnya.
Hingga akhirnya Helmi mencari komoditi apa yang memiliki risiko rendah tetapi sisi demand-nya masih besar, serta belum ada perusahaan yang melirik.
"Akhirnya saya dikenalkan dengan salah satu kawan saya yang sudah main jamur, katanya 'jamur tiram aja' karena pertimbangnnya jamur tiram ini nggak ada istilah gagal panen. Karena panennya setiap hari, adanya gimana panen mencapai target. Kalau panen setiap hari kan jadi seperti dicicil," ungkapnya.
Pada 2018 dia mulai mencoba-coba untuk budidaya jamur. Kala itu dimulai dalam satu kumbung budidaya kurang lebih ada 5.000 baglog. Katanya, saat dicoba ternyata benar panennya setiap hari. Helmi sendiri fokus ke jamur tiram.
"Saya itu masih jadi ASN juga sambil kerja. Sebelumnya juga pernah bisnis budidaya ikan tapi karena nggak fokus jadi bangkrut nggak bisa bertahan," tuturnya.
Melihat kuantiti dan profitnya yang meningkat, Helmi mencoba untuk berkolaborasi. Tetapi bukan hanya untuk budidaya jamur saja, dia akhirnya mencoba untuk bikin produksi bibir sendiri.
"Kalau di jamur namanya produksi baglog, baglog ini kita bikin sendiri sempat merasakan kegagalan juga tetapi akhirnya bisa," jelasnya.
Selain budidaya jamur dan bibitnya, masih di tahun yang sama, Helmi dan timnya yang mulai berkembang mencoba ide-ide baru dalam mengelola jamur.
"Kalau kita berhenti di menjual jamur fresh saja kita nggak bisa mencreat pasar, di mana kalau panen sedikit dibilang kuality lagi jelek harga jatoh. Nah panen lagi banyak lagi panen raya harga jatoh. Jadi akhirnya saya berpikir mau nggak mau harus punya pasca panen juga," ucapnya.
Produk apa lagi yang sudah dikembangkan Helmi? Lanjut ke halaman berikutnya.
Jadi, mulai di akhir 2019 itu Jamur Halwa mulai mengembangkan produk jadi, mulai dari jamur krispi, nugget jamur, sate jamur, tepung jamur, hingga penyedap rasa pengganti micin.
"Kalau produk pasca panen itu sudah ada di online dan beberapa toko. Cuma memang kita sedang urus izin edar BPOM yang memang lumayan lama jadinya. Kalau mau kerjasama dengan distributor itu requirement harus BPOM," tuturnya.
Karena melihat potensi dari pertanian jamur ini menjanjikan, tahun 2020 Helmi memutuskan untuk resign dari sebelumnya ASN di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Helmi memiliki fokus dalam bisnisnya.
"Kalau saya nggak resign ini nggak sekencang sekarang. Selain terbagi dua, kalau masih jadi ASN saya masih ada opsi. Artinya mindset saya gagal saya masih aman. Kalau sekarang kan pikiran akhirnya gimana caranya selain berhasil," ungkapnya.
Saat ini, omzet dari Jamur Halwa ini sudah mencapai Rp 1 miliar per bulannya. Distribusi jamurnya pun sudah ke seluruh Indonesia.Helmi pun bercita-cita ingin bisa ekspor ke luar negeri. Namun, bukan dalam bentuk jamur fresh melainkan bahan olahan jamur seperti tepung.
"Memang sudah ada target, karena ada permintaan dari Kanada dan Australia untuk tepung jamur. Tetapi kapasitasnya minimal 10 ton sedangkan kemampuan kita belum mencapai itu," jelasnya.
Selain itu, Helmi juga ingin budidaya jamur ini go digital. Jadi dalam penghitungan kelembaban jamur, jumlah panen, bisa dilihat hanya di handphone saja. Dengan begitu pengembangan budidaya Jamur Halwa bisa hingga keluar kota.
Melihat perkembangan bisnis jamurnya kini, Helmi mengaku tidak bersekolah atau lulusan dari pertanian. Ia mengatakan lulusan dari sarjana hukum dan magister hukum. Tetapi dia menyebut sudah memiliki ketertarikan di dunia pertanian sejak kecil.
"Kenapa saya nggak ambil pertanian, kalau passion belajarnya lebih gampang dibandingkan terpaksa. Saya mau akhirnya masuk hukum dulu, karena kalau kita cuma jadi petani cuma punya single ilmu. Ketika ada masalah kita cuma tau dari sisi agronya saja aja. Kalau usaha secara hukumnya saya paham," imbuhnya.
(ang/ang)