Riris mengawali usahanya di Yogyakarta bersama beberapa perajin. Usaha ini merupakan bisnis keluarga yang sudah dimulai sejak 2012 dengan modal awal Rp 500 juta dengan bantuan keluarga.
Pada awalnya, ia hanya memiliki 10 perajin dan kini bertambah menjadi 1.000. Meskipun usahanya ini merupakan industri rumahan, tetapi Riris tetap menjaga kualitas produk-produknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita nggak pernah mimpi untuk punya pabrik dan nggak pengin juga. Jadi pernah ada investor dari China datang terus 'ayo, saya mau invest ke Indo Risakti, kita bikinin pabrik, kita bikinin gudang' tapi itu.. it's not our dream. Visinya adalah pengin punya klaster (perajin)nya makin banyak," paparnya.
Klaster perajin yang berada di bawah naungan Riris sudah menjalar ke beberapa tempat. Selain Yogyakarta, klaster perajin tersebut ada di Pasuruan, Lombok, hingga Blora. Ia sangat senang dapat membantu orang-orang daerah tersebut dengan memberikan pekerjaan.
"Dari Departemen Koperasi itu mendukung banget. Mereka bikin tuh acara-acara per klaster-klaster dan itu really helps untuk kita. Memang cita-citanya itu, apalagi dibantu pemerintah jadi senang ternyata punya cita-cita yang sama," tuturnya.
![]() |
Bahkan, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, bisnisnya ini justru meningkat pesat. Menurutnya, hal itu karena ketika semua orang berada di rumah, mereka ingin menata rumah mereka agar lebih nyaman untuk ditinggali.
"Itu 2020 sampai 2021 naiknya bisa sampai 5 kali, klaster-klaster kita (juga) berkembang. Baru tahun kemarin mulai turun karena pandeminya mulai dikit-dikit hilang, mereka sudah mulai kerja, aktivitasnya. Tapi nggak apa-apa, yang penting kita sudah melebarkan klaster-klaster itu," ujarnya.
Tahun lalu, bisnisnya ini bisa meraup omzet hingga US$ 700.000. Bahkan, saat terjadi pandemi COVID-19 omzetnya sampai US$ 1.500.000 atau Rp 22,9 miliar (kurs Rp 15.300).
"Kita nggak bisa bulanan (omzetnya). Kita ada buyer season. Buyer season ini sampai Mei, nanti Juni mulai produksi sampai ke Agustus. Nah, Agustus sampai Oktober mungkin ada buyer meeting lagi, tapi setelah itu masuk Desember sudah libur lagi. Jadi kita hitungannya (omzet) setahun," jelasnya.
(ara/ara)