Jakarta Selatan memiliki sentra keripik tempe. Salah satu warganya terinspirasi dari usaha sepupu saat silaturahmi di Jawa Tengah, setelah itu menjadi binaan BRI hingga kini.
Memasuki gang di Jalan H. Aom RT 9 RW 8 di Kelurahan Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lumrah ditemui tempe dijejer di samping rumah, juga digantung di teras. Di rumah-rumah itu pula, saat pintu dibuka, terlihat sejumlah perempuan menggoreng berjamaah. Yang lainnya, ada pria ada pula perempuan, mengemas keripik tempe.
Kasmirah dan Joko yang dengan ramah membuka pintu rumahnya kepada awak media menunjukkan aktivitas lainnya yang berkaitan dengan keripik tempe.
"Ayo masuk, silakan dicicipi keripiknya. Kebetulan kami baru pulang dari kampung, jadi belum ada tempe yang jadi. Kalau mau melihat kedelai yang direbus silakan ke dapur," kata Joko.
Pria 55 tahun itu kemudian mengarahkan kami menuju satu panci raksasa di atas kompor. Dia membuka dan seketika uap panas keluar dari panci itu. air mendidih mengentak-entak dan membuat kedelai timbul tenggelam dan sebagian melompat-lompat kecil.
"Saya yang bikin tempe, ibu yang usaha keripik tempe," ujar pria asal Pekalongan itu.
Joko bilang usaha tempe sudah dilakoni Joko sejak perjaka. Dia ngenger pada salah satu produsen tempe di Kramat Pela itu pada 1980-an. Saat itu, Kramat Pela sudah menjadi sentra produksi tempe. Bagi Joko, bikin tempe bukan hal yang benar-benar-benar baru, karena ayahnya pun sejatinya hidup dari membuat tempe di Cengkareng.
Joko pindah ke Kramat Pela karena dia mendengar di kawasan itulah sentra tempe legendaris, sejak 1960-an. Sesepuhnya adalah Bakhrun.
"Saya belajar membuat tempe dari karyawannya Pak Bakhrun itu. kalau belajar sekolah di sekolah kita kan membayar, kalau belajar bikin tempe kita dibayar hehehe," kelakar Joko.
Barulah pada 2011, istrinya, Kasmirah, menambah usaha keripik tempe.
(fem/hns)