Penyakit hepatitis A yang dideritanya sejak 2001 tak membendung usaha Ratnawati Sutedjo menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang. Adalah Ratnawati Sutedjo (49), seorang sociopreneur yang memberi ruang bagi para penyandang disabilitas berkreasi menciptakan berbagai produk fesyen dan kerajinan tangan.
Dunia Ratnawati Sutedjo sontak berubah setelah divonis dokter menderita peradangan organ hati atau Hepatitis A pada 2001. Ia tidak lagi bisa beraktivitas seperti normal.
Selama dua bulan, Ratna, sapaan karibnya, harus beristirahat total di rumah. Namun siapa sangka, justru momen itu yang membuat mantan sekretaris tersebut bangkit lebih kuat.
"Sewaktu saya sakit itu dan merasa tak berdaya, saya tiba-tiba merasa mendapat ilham dari Tuhan. 'Kalau saya saja seperti ini, bagaimana teman-teman disabilitas saya?'. Jadi saya bertekad, saya pengin berkenalan dengan mereka kalau sudah sembuh. Saya bernazar, saya pengin tahu cerita mereka," ucapnya saat dihubungi detikcom via telepon, Jumat (24/11/2023).
Setelah sembuh dari sakit yang diderita, Ratna langsung tancap gas belajar bahasa isyarat. Hal ini ditekuninya selama dua tahun. Pada 2004, ia pun sudah bisa berbicara dengan sejumlah penyandang disabilitas tunarungu atau teman tuli.
Selain mendapat cerita dari mereka tentang kendala akibat kekurangan fisik yang dialami sehari-hari, Ratna mengatakan, para teman tuli berkisah sulitnya mendapatkan pekerjaan.
"Ini membuat hati saya bergerak. Mereka mempunyai kesulitan hidup dan butuh kerja. Jadi saya bilang, 'Tuhan saya pengin bikin lapangan pekerjaan'. Entah bagaimana caranya, ya, sudah, yang berada di depan saya saat itu yang saya kerjakan," ungkapnya.
Tahun itu pula, Ratna pelan-pelan mulai meminta para teman tuli membuat sejumlah pernak-pernik seperti jepitan rambut dan postcard atau kartu ucapan. Ia menjual produk tersebut ke beberapa teman kantornya. Usut punya usut, hasil kerajinan tangan yang dibuat para teman tuli mendapatkan respons positif.
Pesanan dari teman Ratna pun bertambah. Tahun berganti, Ratna mulai mengembangkan produk kerajinan tangan lainnya di sebuah workshop Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat. Mulai dari boneka jari, tas hampers, pelindung kunci, totebag, dan lain sebagainya dikreasikan. Hingga akhirnya pada 2015, pihaknya merambah pasar digital dengan berjualan secara online di e-commerce.
Dengan pesan dan misi yang ia bawa, Precious One perlahan berhasil menggandeng banyak pihak. Sebuah jejaring pengelolaan mitra pun diluncurkan untuk bisa mengakomodir berbagai penyandang disabilitas di daerah-daerah, khususnya Jawa Tengah. Dengan hal tersebut, Ratna menjelaskan Precious One mencoba menampung berbagai produk UMKM dengan sistem kurasi.
"Kami coba buat pendampingan dan jejaring mitra. Kami kurasi, yang lolos kami pasarkan. Tujuannya biar banyak orang yang tahu dan pesan agar teman-teman disabilitas bisa terus kerja meskipun cuma dari rumah," jelasnya.
Uniknya, karena hal tersebut, Ratna turut sukses menggandeng berbagai nama besar terlibat dalam upaya Precious One. Di antaranya sebut saja, Tokopedia, Permata Bank, sampai Iwan Tirta.
Khusus nama terakhir, Ratna mengatakan pihaknya meluncurkan sebuah bantal bermotif batik yang dicap langsung oleh Sang Maestro. Tim Precious one pun bertugas untuk menjahit bantal itu.
"Hasil dari penjualan itu buat teman-teman disabilitas. Karena uang yang kami dapat dari produksi kerja," lanjut Ratna.
Selain itu, berbagai produk Precious One sukses terjual ke berbagai daerah hingga Papua. Hingga saat ini, terdapat setidaknya puluhan UMKM mitra yang mayoritas tersebar di Jawa Tengah. Sejumlah UMKM disabilitas binaan Precious One terletak di Sleman, Garut, Cianjur, Sidoarjo, Mojokerto, Semarang, dan Salatiga
Adapun di workshop Precious One di Meruya, terdapat total 23 pekerja disabilitas yang berfokus pada sektor kriya. Mayoritas pekerja disabilitas di workshop Meruya adalah penyandang disabilitas berusia 30-40 tahun. Sebab selain berjuang untuk hidup mereka sendiri, para penyandang disabilitas ternyata adalah tulang punggung keluarga.
"Maka dari itu, rata-rata pekerja di workshop adalah orang yang sudah lama ikut dengan kita. Dan alhamdulilah bagi para disabilitas yang bekerja impact-nya sangat terasa karena sebagian dari mereka juga tulang punggung keluarga. Mereka bersyukur bisa bekerja," bebernya.
Oleh sebab itu, ia menjelaskan Precious One mencoba memberi upah bagi para teman-teman disabilitas sesuai kemampuan dan kontribusi mereka. Sistem pencatatan gaji dilakukan via aplikasi. Para penyandang disabilitas bahkan diberi cuti dan gaji ke-13.
Menurut Ratna, berbagai sistem ini diusung agar para penyandang disabilitas bisa mempunyai rasa untuk bertanggung jawab terhadap upaya kolektif yang dikerahkan. Hal ini sekaligus menjadi contoh dan bukti nyata, bahwa penyandang disabilitas tidak hanya berdiam diri dan tak melakukan apa-apa. Penyandang disabilitas juga mampu dan bisa bekerja.
"Precious One ini diawali dengan teman tuli, tapi kami sudah menggandeng semua jenis disabilitas. Sampai ada yang autisme juga dan sebagainya. Pesan yang kami ingin bawa, bahwa keterbatasan tidak menghalangi mereka untuk menghidupi diri mereka sendiri. Bahwa produk-produk yang beli bukan karena belas kasihan, tapi karena kualitasnya," pungkas Ratna.
(eds/eds)