Bisnis kontrakan menjadi cita-cita banyak orang, bukan tanpa alasan pemilik tak perlu keluar ongkos hingga bermacet-macetan di jalan cukup rebahan uang akan datang setiap bulannya. Terlebih bagi mereka yang memiliki kontrakan dengan jumlah yang banyak dan lokasi yang strategis. Sebut saja Cikarang, daerah padat industri ini memiliki beberapa desa yang menjadi penyanggah kawasan industri. Bagaimana kisahnya?
Cikarang telah menjadi salah satu pusat industri nasional. Kawasan Industri di Cikarang memiliki sekitar 2.125 unit pabrik 25 negara berlokasi di kawasan tersebut. Tercatat tujuh kawasan industri berada di Cikarang, antara lain kawasan industri MM2100, Delta Silicon I, EJIP, BIIE, Jababeka I, Jababeka II, dan Delta Silicon II. Hal ini menjadi peluang usaha di sekitarnya salah satunya kontrakan.
Adang Wibawa (53) pria yang sebelumnya bekerja di pabrik kimia itu memutuskan keluar dari pabrik pada tahun 2003 karena alergi. Berbekal uang pesangon ia membangun kontrakan yang sebelumnya sudah ada 4 pintu dan bertambah hingga 9 pintu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adang yang merupakan putera daerah Pasir Gombong ini memberikan kesaksiannya terkait bisnis kontrakan yang berjamuran, ia menyebut dulunya kawasan tempat ia lahir merupakan daerah pertanian yang telah ada industri percetakan batu bata.
Memasuki awal tahun 90an mulai ada pembebasan lahan untuk industri, hal itu mendatangkan para pekerja proyek yang membutuhkan lahan untuk beristirahat. Saat itu mulai terbangun kontrakan meski belum semewah sekarang.
"Waktu dulu kita disini daerah pertanian, kita dulu sudah ada industri percetakan batu bata pas tahun 90an kita mulai ada pembebasan untuk industri. Banyak pendatang jadi kontrakan hampir sekitar tahun 90an sudah mulai ada. Dulu itu bikin kontrakan ga semewah sekarang dulu asal jadi karna sasarannya kontraktor banyak yang penting bisa tidur bisa mandi." Cerita adang di Kantor Desa Pasir Gombong, Cikarang, Jumat (15/3/2024).
Waktu berlalu, Adang pun terus fokus membangun kontrakan hingga kini total ia memiliki 17 pintu kontrakan, hal itu dijadikan pemasukan tambahan untuk membiayai dua dari tiga anaknya yang masih mengenyam pendidikan perguruan tinggi dan pesantren.
Tak hanya mengandalkan kontrakan, Adang juga mengabdi sebagai Sekretaris Desa di Desa Pasir Gombong, Cikarang, Jawa Barat. Ia menyebut di kawasannya terdapat hingga 3000 pintu kontrakan.
"Cukup lumayan sih rasanya hampir-hampir mendekati 3000 pintu mah ada, untuk Pasir Gombong sendiri, karena ya hampir rata-rata tiap rumah itu punya minimal 2-3 pintu pasti punya mereka yang punya lahan ini itu biar punya (pemasukan) tambahan." Lanjutnya.
Suka duka dalam bisnis kontrakan juga diceritakannya seperti saat kontrakan penuh dan pembayaran tepat waktu, sebab satu kamar dengan ukuran 3x4 meter ini dipatok Rp 500.000 rupiah perbulan. Namun jika diisi oleh dua orang maka biayanya bertambah menjadi Rp 600.000 rupiah. Biaya itu sudah include listrik dan air yang digunakan penghuni kontrakan selama satu bulan. Sehingga dalam satu bulan Adang mampu mengumpulkan minimal Rp 8.500.000 rupiah namun jika dipotong dengan listrik dan air maka bersihnya mencapai Rp 6.500.000 rupiah.
Sementara yang tidak banyak diketahui orang-orang yaitu saat kontrakan sedang sepi, karena sistem kerja di pabrik terkadang tidak mudah untuk mendapatkan status sebagai karyawan tetap, alhasil jika karyawan habis kontrak maka mereka akan keluar dari kontrakan. Selain itu ongkos listrik dan air yang cukup mahal dan biaya renovasi yang tak main-main membuat pengusaha kontrakan harus memiliki tabungan lebih untuk me-maintenance kontrakannya.
KUR BRI
Besarnya dana renovasi juga membuatnya memilih untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI pada tahun 2021. Hal itu dilakukannya untuk mempercepat renovasi agar tak ketinggalan dengan kontrakan yang lainnya.
" Karena saya memang kontrakan lagi agak kumuh ya, gak parah sih saya untuk renovasi ya saya keuangan lagi boleh dibilang pas-pasan ya akhirnya saya pake dana KUR itu tahun 2021 akhir nominalnya Rp 20 jutaan." Terangnya.
Renovasi kontrakan menjadi cara agar para penghuni tak pergi, sebab di wilayahnya sangat banyak terdapat kontrakan. Jadi jika sewaktu-waktu penghuni tak betah dapat berpindah ke kontrakan yang lebih nyaman.
Adang juga bercerita kontrakan yang dimilikinya ini menampung para perantau yang bekerja di pabrik-pabrik kawasan Cikarang, seperti Sumatera hingga Kalimantan. Bahkan penghuni kontrakan juga telah ada yang awalnya bujangan hingga menikah.
"Cukup banyak (pendatang) ada yang dari Kalimantan apalagi dari Sumatera. Pernah di saya ada yang dari bujangan sampe mereka punya anak ya pernah. Namun biasanya mereka yang sudah punya keluarga, mereka punya uang rata-rata pindah ke perumahan". Ujar Adang.
Banyaknya pendatang membuatnya lebih peka kepada para penghuni, terutama pada saat Covid-19 melanda. Sebagai petugas desa sekaligus pemilik kontrakan Adang lebih ketat memantau kesehatan. Hal ini menjadi salah satu alasan para penghuni menjadi betah di kontrakannya.
" Ya tetap kontrakan masih terisi pas covid ya, cuma gitu seumpama ada yang kena covid ya mau gak mau diisolasi dulu, ada yang di RS karena kalo karyawan kalo mereka sakit ga ada yang ngurusin saudara pada jauh". Tutup Adang.
Simak juga Video: Melihat Suasana Istiqlal saat Ramadan, Ada Bazar UMKM hingga Bukber