Tanzi, 70 tahun, merupakan pendiri Parmalat yang sukses mengubah perusahaan susu pasteurisasi miliknya menjadi produsen makanan terkemuka dunia, sekaligus menjadi simbol kemakmuran pasca perang dunia II. Namun kisah sukses Tanzi itu akhirnya berakhir setelah Parmalat bangkrut. Tanzi dituduh melakukan manipulasi harga saham, membuat laporan keuangan palsu sekaligus menghalangi audit.
Kasus manipulasi Parmalat itu dikenal sebagai 'Enron ala Eropa'. Kasus manipulasi Enron sebelumnya juga telah mengguncang Amerika Serikat. Manipulasi keuangan Enron tahun 2001 lalu yang telah menyebabkan perusahaan perdagangan energi itu menghadapi kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang kedua dilakukan di Milan pada Januari 2008, terhadap 3 bank asing yakni Citigroup, Morgan Stanley, Deutsche Bank dan sejumlah karyawan Parmalat. Mereka dituntut atas manipulasi harga dan memberikan informasi keuangan palsu.
Sementara sidang ketiga sekaligus yang terbesar dimulai akhir Maret lalu di bagian Utara , yang merupakan kantor pusat Parmalat. Sidang ini melibatkan 55 terdakwa, termasuk Tanzi, Giovanni Tanzi (saudara laki-laki Tanzi), chief financial officer Parmalat Fausto Tonna dan sejumlah bankir. Mereka dituntut atas kebangkrutan dan masalah kriminal.
Seperti dikutip dari AFP, Jumat (19/12/2008), sidang kali ini mengganjar 10 tahun penjara untuk Tanzi. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa selama 13 tahun. Dua anak Tanzi, Francesca dan Stefano juga telah menjadi terdakwa. Sementara mantan auditor Parmalat, Italaudit, yang juga mantan partner Grant Thornton juga didenda 240.000 euro sementara 455.000 euro asetnya disita.
Kasus 'Enron ala Eropa' yang terjadi di Parmalat terjadi pada tahun 2003, ketika lebih dari 14 miliar euro 'lenyap' dari neraca keuangan konglomerat makanan Italia itu. Jika menggunakan kurs sekarang, nilai tersebut mencapai US$ 22 miliar. Kebangkrutan Parmalat pada Desember 2003 pun menjadi salah satu skandal finansial terbesar di Eropa.
(qom/ir)