Kisahnya berawal dari rasa penasaran Budi melihat masyarakat yang banyak membeli telepon seluler pada tahun 90-an. Saat itu, jenis telepon seluler yang beredar di Indonesia adalah AMPS, belum masuk ke jaman GSM. Awalnya ia hanya bekerja disalah satu perusahaan telepon seluler berjaringan AMPS.
"Saya dulu kerja perusahaan di AMPS. Saya tiap hari lihat kok orang sampe ngantri bawa uang Rp 17 juta untuk beli handset. Itu pada tahun 1991, 1992, Rp 17 juta itu besar loh," ungkap Budi saat ditemui di acara acara Ernst and Young Entrepreneur of The Year di Financial Club, Graha CIMB Niaga, Jalan Jend Sudirman, Jakarta, Senin (29/4/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dan kakak ipar saya, lihat bahwa Indonesia itu itu suka social life, kita melihat ada kesempatan dalam pasar komunikasi, kita membuka satu toko. Itu mungkin satu toko yang moderen pada saat itu, ada showcasenya, dan segala macam," paparnya.
Singkat cerita, seiring kemajuan teknologi yang semakin pesat, pasar telekomunikasi di Indonesia pun semakin maju. Pada tahun 1996, Budi tergerak untuk membuat sebuah perusahaan ritel telepon seluler bernama PT Erajaya Swasembada yang kini sudah tersohor. Pada awal terbentuknya perusahaan, dirinya hanya mempekerjakan 5 orang karyawan.
"Kemudian ada perubahan dari AMPS ke GSM, saat itu kita berubah juga. Awal karyawan kita cuma 4-5 orang, dari tahun 92-93. Kita berubah PT Erajaya Swasembada di tahun 1996," katanya.
Pada saat itu, perusahaannya terus hanya bergerak di bisnis distribusi dan penjualan produk saja. Merasa tak puas, Budi mengepakkan sayap bisnisnya untuk berinovasi menjadi ritel khusus dari merek-merek telepon seluler terkenal di dunia yang kini merajai pasar yakni BlackBerry, Samsung, Nokia, dan bahkan Apple.
"Lalu saya mikir inovasi, dulu kita bergerak di bidang distribusi, Tahun 2005 kita harus masuk ke retail juga, kalau di distribusi kita hanya penjangan tangan saja. Saya pikir, kita harus buka toko retail, pada tahun 2005 saya mulai merubah haluan," katanya.
Dia tak gentar di tengah banyaknya saingan para penjual HP di Indonesia. Di Jakarta saja, pusat-pusat perbelanjaan khusus barang elektronik termasuk HP banyak dijumpai, sebut saja Roxy, Glodok, dan lainnya. Namun, hal tersebut tak dipikirkannya, pasalnya, dia menawarkan sesuatu yang berbeda.
"Sebenarnya tidak mudah, orang lebih banyak beli ke Roxy ya silahkan. Tapi HP tren dari sales yang modernity itu mulai naik. Orang lebih nyaman, bisa mencoba karena kita nggak kasih yang dummy (tiruan) tapi yang asli, dia bisa coba di toko," katanya.
"Lebih mahal dikit, nggak apa-apa deh yang penting nyaman. Kita juga jual barang yang original," lanjutnya.
Dengan ketekunan dan semangat berbisnisnya tersebut, dia pun dinobatkan sebagai Ernst and Young Entrepreneur of The Year Indonesia 2012. Hingga saat ini, Budi telah mempekerjakan lebih dari 4000 karyawan di 400 toko miliknya di seluruh Indonesia.
"Kita bakal tambah 60 gerai tahun ini di Indonesia. Itu termasuk Android Nation, iBox, Samsung dan lain-lain," tutupnya.
(zul/hen)