Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo berkeliling SMP Pangudi Luhur setelah menjadi 'guru dadakan' di almamaternya tersebut. Selain melihat-lihat majalah dinding buatan pelajar, Agus pun sempat membagi-bagi hadiah.
Agus terlihat mengeleng-gelengkan kepala karena kagum melihat karya para pelajar. Banyak fotonya tertempel di mading. Ia memperhatikan salah satu majalah dinding yang berisi sejarah Bank Indonesia mulai tahun 1953 di bawah Pimpinan Syarif Prawironegoro.
"Waah, kreatif ya, sampai ada sejarah BI lengkap sama fotonya," ujar Agus sambil mengamati sebuah majalah dinding yang dilengkapi sejarah BI, Rabu (26/8/2016)
Agus juga memberi bantuan sosial BI berupa sarana penunjang jaringan internet, laboratorium IPS, hingga hadiah untuk berbagai perlombaan. Di antaranya ada lomba cerdas cermat, lomba majalah dinding dan lomba yel-yel. Pemenang lomba cerdas cermat diberi hadiah E-Money.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun lanjut menceritakan masa-masa sekolahnya. "Saya sekolah di sini sejak sekolah ini baru berdiri 45 tahun lalu. Sekolah ini pertama didirikan untuk SMP, saya sudah ikut. Saya selalu ingat Pangudi Luhur mengajarkan saya karakter. Saya merasa bangga setelah 45 tahun dan hari ini bisa memberi kuliah disini dalan rangka HUT Ke-70 RI," terang Agus Marto.
Ia mengenang masa sekolahnya dulu diajar oleh guru Belanda hingga berangkat naik sepeda. "Orang tua saya punya mobil dan ada supir. Tapi tidak boleh diantar, harus naik sepeda," tuturnya.
Agus Marto teringat masa sekolahnya dulu sangat disiplin dan guru Asli Belanda sangat tidak suka murid mencontek.
"Saya ingat kepala sekolah selalu duduk di depan sekolah menunggu siswa datang pagi-pagi. Dulu kebetulan masih orang Belanda. Kita kalau terlambat alasannya musim hujan pun tidak boleh. Guru Belanda bilang, hey anakku kita 6 bulan musim hujan apa kau mau terlambat terus. Itu mengesankan," kenangnya.
Ia melanjutkan, gurunya paling tidak bisa menerima ada muridnya yang mencontek. "Ketahuan mencontek itu langsung dapat hukuman keras dari kepala sekolah Belanda. Padahal kalau pakai baju tidak seragam dan rambut panjang tidak masalah," tambahnya.
Agus mengatakan kenangannya sangat membekas selama berada sekolah asrama yang dulu seluruh siswanya putra.
"Dulu masih laki-laki semua. Kekerabatannya kental sekali. Sampai sekarang ketemu sama-sama alumni panggilnya kak atau dik. Di sini dilatih tidak hanya disipkin, jujur, tetapi juga inovatif, jujur, berani," terangnya.
Agus pun kagum dengan daya kritis para pelajar yang tadi mencecarnya dengan banyak pertanyaan.
"Tajam sekali pertanyaan anak-anak tadi. Tanya bagaimana ekspor bisa tumbuh. Bagaimana Indonesia bisa tumbuh dari negara berkembang jadi negara maju. Bagaimana menguatkan Rupiah. Saya senang sekali tadi dapat pertanyaan kritis dan tajam," pungkasnya.
(ang/ang)