Cerita Ahmad Bambang, Mantan Dosen yang Jadi Wadirut Pertamina

Cerita Ahmad Bambang, Mantan Dosen yang Jadi Wadirut Pertamina

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 23 Jan 2017 08:12 WIB
Foto: Michael Agustinus
Jakarta - Ahmad Bambang, Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang diangkat pada 21 Oktober 2016 lalu, telah berkarir di Pertamina sejak 1989. Pria kelahiran Kediri 54 tahun lalu ini sebenarnya tak bercita-cita masuk jajaran direksi Pertamina. Dahulu, Bambang bercita-cita jadi Guru Besar di Institut Teknologi Bandung (ITB). Tapi nasib berkata lain.

Setelah lulus dari jurusan Teknik Informatika ITB pada 1986, Bambang sempat menjadi dosen. Keinginannya saat itu adalah bersekolah ke luar negeri hingga menjadi profesor.

"Dulu saya jadi dosen inginnya dapat beasiswa, sekolah ke luar negeri, jadi doktor, jadi profesor," kata Bambang kepada detikFinance, Jumat (20/1/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sela-sela waktunya mengajar sebagai dosen, Bambang memiliki pekerjaan sampingan sebagai konsultan IT. Banyak perusahaan yang meminta jasanya untuk pengembangan IT, salah satunya Pertamina.

"Waktu itu jadi dosen gaji kecil, saya sambil menyambi jadi konsultan. Bidang saya IT, waktu itu kebutuhannya besar sementara yang ngerti enggak banyak sehingga saya dapat banyak klien waktu itu walaupun baru pada membangun sistem informasi di PT Telkom, PT Pos Indonesia, PT KAI, Pertamina," tuturnya.

Cerita Ahmad Bambang, Mantan Dosen yang Jadi Wadirut PertaminaFoto: Agung Pambudhy


Tak hanya perusahaan-perusahaan besar, Sudharmono, Wakil Presiden RI 1988-1993 juga salah satu kliennya. Penghasilan sebagai dosen dan konsultan sudah mencukupi kebutuhan hidupnya.

"Sebenarnya saat itu secara ekonomi saya sudah berkecukupan dari penghasilan sebagai konsultan. Di sisi karir dosen juga pasti naik, punya akses ke politik gampang. Saya waktu itu walaupun masih muda sudah membantu Pak Sudharmono di Teuku Umar," tukasnya.

Impian menjadi profesor semakin dekat ketika tahun 1988 ada tawaran beasiswa dari Bank Dunia. "Tapi ketika saya mengurus paspor, visa, dan sebagainya Ibu saya dengar. Ibu saya langsung sakit waktu dengar itu," kata Bambang.

Akhirnya Bambang terpaksa melepaskan kesempatan belajar ke luar negeri itu demi sang ibu dan adik-adiknya yang masih sekolah. "Bapak saya sudah meninggal waktu saya kuliah tingkat 3. Saya satu-satunya anak laki-laki dari 6 bersaudara, membantu adik-adik. Ibu saya stroke, enggak mengizinkan saya pergi jauh-jauh. Pilihan saya adalah bakti ke orang tua, akhirnya ya sudah saya lepas beasiswanya," ucapnya.

Lepasnya kesempatan melanjutkan pendidikan ke luar negeri ini menjadi penentu karir Bambang selanjutnya. Ia melepaskan cita-citanya menjadi profesor dan memilih untuk bekerja sebagai profesional di perusahaan. Banyak tawaran datang kepadanya, mulai dari Bank Lippo, perusahaan minyak asing, dan Pertamina.

"Ketika jadi dosen tapi melepas beasiswa, enggak sekolah lagi, saya memutuskan harus berkarir di perusahaan. Banyak tawaran datang ke saya, misalnya dari Lippo yang zaman itu menguasai sistem perbankan, perusahaan minyak asing, dan Pertamina," katanya.

Pilihan Bambang jatuh pada Pertamina. Dasar pertimbangannya adalah pengabdian. Bambang ingin membalas jasa kepada negara dengan menyumbangkan tenaga dan pikirannya.

"Kenapa saya pilih Pertamina? Pertama karena diminta dan kedua karena saya kuliah sambil kerja dulu dapat beasiswa dari pemerintah, yaitu dari Yayasan Supersemar dan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (BPPA). Kedua, IT sedang dibutuhkan negara waktu itu, teman saya ada yang masuk ke Telkom, BUMN-BUMN lain, dan saya ke Pertamina. Tujuannya untuk membantu," ujar dia.

Bergabung ke Pertamina 28 tahun lalu, Bambang memulai jalannya dari bagian penelitian dan pengembangan (litbang) pemasaran. "Di situ saya bisa men-drive penggunaan IT untuk marketing," paparnya.

Mendorong Transformasi

Perubahan besar dibuatnya pada 2006, ketika perusahaan-perusahaan asing seperti Shell dan Total mulai merambah bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia. Bambang melihat Pertamina harus melakukan transformasi supaya tak tergilas oleh perusahaan asing.

Ia membuat konsep untuk merombak SPBU Pertamina agar tak kalah dari para pesaing. Pangkatnya naik menjadi Vice President (VP/Kepala Divisi). Dari tangan dinginnya, lahirlah 'SPBU Pasti Pas'.

"Di 2006 SPBU Shell pertama kali berdiri di Karawaci. Saya beri masukan ke atasan, kompetitor sudah masuk kok pemasaran enggak melakukan perubahan? Lihat SPBU Pertamina kusut, banyak campuran, meterannya enggak benar. Saya kemudian diminta membuat konsep bisnis marketing saya seperti apa, bagaimana itu dilakukan. Saya ajukan ke direksi, jadilah kemudian ada Strategic Planning and Business Development (SPBD), ini pemikir untuk mengubah pemasaran. Saya diminta masuk ke sana, jadi VP. Lahir lah SPBU Pasti Pas, berubah jadi bagus SPBU kita pada 2007," tukasnya.

Bambang juga memperbaiki sistem distribusi bahan bakar minyak (BBM) dari depo ke SPBU. Dulu banyak BBM yang dicuri oleh pengusaha transportir yang disewa Pertamina. Dengan otomasi dan perubahan sistem, hal itu dapat diatasi.

"Kami gerakkan transformasi, yang pertama kali melakukan adalah bagian pemasaran dengan SPBU Pasti Pas, otomasi di depo. Delivery truk kami ubah, dulu orang dibayar per kilometer per kiloliter. Bagaimana pelayanan dan takarannya SPBU bagus, kualitasnya bagus, kalau suplainya enggak bagus?"

"Kami ubah sistemnya, itu ternyata membuat biaya kami turun jauh dan kualitas lebih bagus. Pengusaha-pengusaha transportir drop keuntungannya, sebelumnya banyak yang nakal," sambungnya.

Tak hanya itu, transformasi lain juga dilakukan Bambang untuk memangkas birokrasi di bagian penjualan. "Dulu anda kalau punya SPBU mau menebus harus datang ke Pertamina minta surat pengantar setoran, itu harus membayar. Lalu ke bank setor. Bukti setoran dibawa ke depo, jadilah delivery order (DO). Berapa meja itu? Saat itu internet sudah mulai berkembang, kami ganti. Orang enggak perlu ke Pertamina, cukup ke bank saja langsung tersambung ke sistem. Saya jadi punya musuh baru, bagian penjualan, soalnya hilang mejanya," katanya.

Meski terobosan-terobosannya membuatnya dimusuhi banyak pihak, Bambang tak berhenti. Ia menghapus rekening-rekening yang dimiliki tiap Depo Pertamina dan memindahkannya ke satu rekening di Pertamina pusat. Ini dilakukan karena banyak kepala keuangan di depo yang menyelewengkan pendapatan perusahaan.

"Dulu setiap depo itu punya rekening penjualan. Jadi ada ratusan rekening penerimaan. Ini dipakai mainan, makanya kepala keuangan dulu gagahnya bukan main. Saya babat, rekeningnya satu di kantor pusat semua. Mereka enggak pegang duit lagi, hanya operasi saja. Ada yang kena itu, uangnya enggak disetor-setor. Musuh saya yang ketiga (setelah pengusaha transportir dan bagian penjualan) adalah orang keuangan," ungkap Bambang.

Pada Agustus 2012, Bambang diberi amanah untuk menjadi Direktur Utama PT Pertamina Trans Kontinental (PTK), anak usaha Pertamina yang bergerak di bidang industri perkapalan migas. Keuangan PTK sedang berdarah-darah, Bambang harus menyelamatkannya dari kebangkrutan.

"April 2012 ada pergantian direksi, saya dipindah ke PTK (Pertamina Trans Kontinental. Itu perusahaan lagi kolaps, bayar utang enggak bisa. Waktu saya masuk Agustus tahun 2012 PTK untung Rp 40 miliar tapi angsuran utangnya Rp 125 miliar. Jadi enggak cukup untuk bayar angsuran," kata Bambang.

Lagi-lagi tangan dingin Bambang terbukti. PTK berhasil turn around, keuntungannya melonjak hampir 4 kali lipat menjadi Rp 154 miliar di 2013 dan naik lagi jadi Rp 250 miliar pada 2014. Cicilan utang terbayar, proyek-proyek lancar. Bambang pun diganjar penghargaan dari Rekor Bisnis (ReBi).

"Saya harus main silat, cari proyek, akhirnya PTK jadi besar. Tender di Total menang, Donggi Senoro menang, 2013 saya berhasil kembangkan PTK jadi untung Rp 154 miliar, dengan angsuran utang turun jauh tinggal Rp 45 miliar per tahun. November 2014 profitnya sudah di atas Rp 250 miliar. Di PTK saya dapat award dari Rekor Bisnis (ReBi), perusahaan yang tercepat melakukan turn around," dia menuturkan.

Dengan berbagai prestasi dan transformasi yang telah dilakukannya, Kementerian BUMN tak ragu untuk mengangkatnya menjadi Direktur Pemasaran Pertamina pada November 2014, dan kemudian melantiknya menjadi Wadirut Pertamina di Oktober 2016. (mca/wdl)

Hide Ads