George Soros merupakan tokoh ternama di bidang keuangan, pasar modal hingga aktivis di bidang politik berkebangsaan Amerika Serikat (AS). Kekayaannya hari ini mencapai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 127,28 triliun (kurs Rp 14.800) menurut Forbes.
Di balik kesuksesannya, George Soros lahir di tengah-tengah situasi yang mungkin tak diharapkan anak-anak pada umumnya. Pasalnya sejak kecil hidupnya di tengah pendudukan Nazi pada tahun 1944-1945, yang mengakibatkan 500.000 orang Yahudi Hungaria tewas.
Pria kelahiran Hungaria tahun 1930 itu lahir dari ibu keturunan keluarga pemilik toko sutra yang sukses. Sedangkan ayahnya merupakan seorang tahanan perang baik selama maupun setelah Perang Dunia I.
Pada Maret 1944, Jerman Nazi menduduki Hongaria untuk mencegah negara tersebut berdamai dengan Sekutu Barat. Otoritas kota yang bekerja sama dengan Nazi melarang anak-anak Yahudi bersekolah dan memerintahkan deportasi orang-orang Yahudi dari Budapest, sebagian besar ke kamp kematian di Auschwitz.
George Soros sekeluarga bisa selamat karena bersembunyi dan berpura-pura menjadi anak baptis seorang pegawai Kementerian Pertanian Hongaria. Dia membantu ayahnya membuat ribuan dokumen palsu untuk orang-orang yang berusaha melarikan diri dari Nazi.
"Alih-alih tunduk pada nasib kami, kami melawan kekuatan jahat yang jauh lebih kuat dari kami, namun kami menang. Kami tidak hanya selamat, tetapi kami berhasil membantu orang lain," kata George Soros dikutip dari laman resmi georgesoros.com, Jumat (1/7/2022).
Demi melanjutkan hidupnya, George Soros pergi ke London pada tahun 1974 dan mendaftar di London School of Economics (LSE). Demi bertahan hidup dia bekerja paruh waktu sebagai porter kereta api dan pelayan klub malam.
Pada tahun 1951, George Soros lulus dari LSE dengan gelar sarjana sains di bidang filsafat. Dia melanjutkan pendidikan selama tiga tahun lagi untuk mendapatkan gelar doktor dalam filsafat pada tahun 1954.
Kesulitan mendapat pekerjaan pernah dialaminya seperti banyak orang dengan gelar filsafat lainnya hingga sempat bekerja sebagai penjual keliling di sepanjang pantai Welsh. Dalam kondisi tertekan, George Soros mulai menulis surat untuk melamar pekerjaan di bank di London.
Sebagian besar tidak merespons, tetapi satu surat mendarat di meja warga Hongaria yaitu seorang Direktur Pelaksana di Singer & Friedlander. Dia menawarkan George Soros posisi entry-level.
Pada tahun 1954, George Soros mulai bekerja sebagai pegawai di Singer & Friedlander sebelum akhirnya dipromosikan ke departemen arbitrase. Saat berada di bank tersebut, salah satu rekan kerja, Robert Mayer merekomendasikan George Soros untuk bekerja di bisnis orang tuanya, F.M. Mayer.
Menerima posisi di departemen arbitrase di F.M. Mayer, George Soros pindah dari London ke New York pada tahun 1956. Kinerjanya terbilang cemerlang di sana. Setelah membangun reputasi di lapangan, dia hijrah ke Wertheim & Co pada tahun 1959 sebagai analis sekuritas Eropa.
Berbagai pekerjaan terus dilakoninya hingga pada 1963 dirinya pindah ke bank investasi yang bermarkas di New York, Arnhold dan S. Bleichroeder. Singkat cerita pada 1969 George Soros dipercaya mengelola pendanaan bernilai US$ 4 juta di mana U$$ 250.000 merupakan uangnya sendiri. Dana tersebut tumbuh menjadi Quantum Fund.
Pada gilirannya George Soros mengganti nama pendanaan yang dikelolanya menjadi Soros Fund Management pada tahun 1973, dengan aset US$ 12 juta. Dia ikut mengelola dana dengan Jim Rogers.
Kerja kerasnya ternyata membuahkan hasil sampai bisa menjadi investor paling sukses dalam sejarah AS. Dengan kekayaan itulah dia menciptakan Open Society Foundation yang merupakan jaringan yayasan, mitra, dan proyek di lebih dari 100 negara.
Sebagai bentuk awal kejayaannya di tahun 1979, George Soros memberikan beasiswa pendidikan kepada orang kulit hitam Afrika Selatan. Setelah Tembok Berlin runtuh, dia baru mendirikan Universitas Eropa Tengah di Budapest sebagai ruang pengembangan pemikiran kritis para kelompok budaya muda dan pemikiran inisiatif lainnya.
George Soros juga merupakan salah satu suara terkemuka yang mengkritik perang dunia terhadap penggunaan ganja. Dia malah membantu penyaluran ganja ke dunia medis di AS.
Pada awal tahun 2000-an, dia juga menjadi pendukung utama dalam upaya pernikahan sesama jenis. Meskipun banyak rintangan dari waktu ke waktu karena pro kontra yang terus terjadi, George Soros tetap memperjuangkan cita-citanya demi masyarakat dengan pemikiran terbuka.
Sekarang di usianya yang ke 90-an, George Soros terus mengambil langkah aktif dalam pekerjaannya di Open Society Foundations dan travelling secara luas untuk mengadvokasi perubahan kebijakan positif para petinggi dunia baik secara publik maupun pribadi.
Simak Video "Mengharukan, Keluarga Wastirah Sukarela Asuh Sanudin yang Lumpuh"
(zlf/zlf)