Jakarta -
Taksi Blue Bird kini telah menjadi moda transportasi yang dikenal banyak orang. Dengan logo burung biru, taksi Blue Bird seolah menjadi raja jalanan karena mudah ditemui di berbagai tempat.
Lahirnya Blue Bird sendiri melewati proses yang panjang. Perusahaan ini didirikan Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono atau akrab disapa Bu Djoko setelah menjalani berbagai bisnis dari jualan batik keliling hingga berdagang telur.
"Blue Bird didirikan oleh wanita yang memang berusaha menghidupi keluarganya dengan tujuan misinya menjadi pilar utama untuk menghasilkan uang. Sebelum mendirikan Blue Bird, kegiatan yang dilakukan menjadi guru di sekolah hukum, berjualan batik dan telur," kata Direktur Utama Blue Bird, Sigit Djokosoetono dalam catatan detikcom Agustus 2022 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono lahir di Malang 17 Oktober 1921. Mutiara Siti lahir dengan keadaan keluarga yang berkecukupan. Namun keadaan itu berubah saat Mutiara Siti umur 5 tahun di mana orang tuanya jatuh bangkrut.
Dikutip dari buku 'Sang Burung Biru' penulis Alberthiene Endah, saat bangkrut Mutiara harus makan apa adanya, memakai pakaian seadanya, bahkan Mutiara tidak pernah mendapatkan uang jajan.
Namun, Mutiara yang tidak menyerah akan keadaannya dan terus berusaha untuk bisa bersekolah. Pada tahun 1930-an, Mutiara lulus Sekolah Guru Belanda atau Eropese Kweekschool. Pada jenjang perkuliahan Mutiara memilih untuk masuk Fakultas Hukum di Universitas Indonesia.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Kala Tjahjo Ingin Gaet Bos Blue Bird Jadi PNS Tapi Kandas karena Gaji
[Gambas:Video 20detik]
Seiring berjalannya waktu, Mutiara bertemu dengan Djokosoetono, dosen yang mengajarnya. Dia juga pendiri serta Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian yang kemudian menikahi Mutiara selagi masih kuliah.
Pada tahun 1950-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi hingga membuat orang berebut makanan. Sementara, keluarga Mutiara dengan gaji apa adanya, berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya.
Pada tahun 1960-an, muncul ide berjualan batik untuk menambah pendapatan rumah tangga Mutiara. Tak memikirkan gengsi, Mutiara berkeliling menjual batik door to door. Berdagang batik pun diakuinya memperbaiki kondisi perekonomian keluarga.
Ide lain lagi muncul untuk berjualan telur. Di mana kala itu telur merupakan bahan pokok makanan yang eksklusif. Belum banyak yang berbisnis komoditas itu dan hanya orang-orang menengah ke atas lah yang banyak membeli.
Beberapa sektor bisnis juga membutuhkan telur. Kebutuhan itulah yang dimanfaatkan Mutiara untuk mendapatkan peluang. Sektor yang membutuhkan telur mulai dari rumah tangga, katering, pembuat kue, restoran, hingga hotel.
Sigit Djokosoetono mengatakan berdagang telur dan batik menjadi modal awal Mutiara membangun usaha. Pada 1965 Bu Djoko beserta dua anaknya, Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro, mulai mengoperasikan taksi tanpa argo dengan nama Chandra Taxi.
Rumah No 107 Jl Cokroaminoto menjadi cikal bakal lahirnya Bluebird. Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, pertama kali menjalankan bisnis taksi di rumah ini.
Kemudian pada 1972, secara resmi 25 armada Blue Bird yakni Holden Torana mengaspal di Jakarta. Bluebird menjadi taksi pertama yang menggunakan sistem tarif berdasarkan argometer.
Seiring berjalannya waktu, Blue Bird semakin terbang tinggi. Perusahaan itu pun resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia pada November 2014. Kini, Blue Bird telah menjadi perusahaan raksasa yang mengoperasikan ribuan kendaraan di jalanan. Bahkan, Blue Bird juga mengikuti perkembangan zaman dengan menghadirkan armada kendaraan listrik.