Elisa Lumbantoruan di Antara Bola Kaca dan Bola Karet

Elisa Lumbantoruan di Antara Bola Kaca dan Bola Karet

Sudrajat - detikFinance
Rabu, 10 Jul 2024 12:01 WIB
Elisa Lumbantoruan
Elisa Lumbantoruan (Foto:Dok Pribadi)
Jakarta -

Buku ini tergolong tipis untuk mengisahkan sosok Elisa Lumbantoruan yang begitu kaya pengalaman. Namun dari buku 'tipis' yang ditulis Riniwaty Makmur ini setidaknya menyajikan sederet nilai-nilai atau prinsip hidup yang layak dipetik oleh para professional maupun orang awam sekalipun. Sebab Elisa mendedahkan nilai atau prinsip tersebut merujuk pengalaman pribadinya langsung, bukan semata-mata dari teori manajemen yang rumit.

Dari perjalanan hidupnya saat remaja, Elisa yang lahir di Siborong-borong, 19 Juli 1960 menginsafi untuk tidak mudah menyalahkan pihak lain. Beradaptasi dengan lingkungan dan menerima kenyataan adalah sikap paling realistis sambil berusaha memengaruhi dan mengubah lingkungan ke arah yang kita inginkan, ketimbang menimpakan kesalahan kepada pihak lain.

Ketika guru di sekolahnya jarang masuk, dia menerima kondisi tersebut sambil memacu diri untuk mandiri. Lebih banyak belajar sendiri, bukan malah kemudian bolos. Itu pelajaran pertama dari Elisa yang kemudian dia terapkan selama menjadi seorang professional. Sebagai Sarjana Matematika dari ITB, Elisa lebih banyak berkecimpung di bidang Teknologi Informasi (TI). Namun saat di Garuda, ada masanya ketika pada 2010 dia tiba-tiba harus beralih dari Direktur Strategi dan TI menjadi Pelaksana Tugas Direktur Keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Direktur Keuangan Garuda Elisa LumbantoruanSampul buku biografi Elisa Lumbantoruan Foto: Instagram Elisa Lumbantoruan

"Penugasan ini sangat menantang karena saya tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang pengelolaan keuangan korporasi. Saya hanya pernah mengikuti pelatihan keuangan untuk orang yang bekerja di bidang bukan keuangan," ujarnya.

Tentu Elisa tidak menyerah dengan keadaan. Dengan kegigihannya untuk belajar, hasilnya sungguh cemerlang. Garuda dapat merestrukturisasi utang kepada Eropa, dan mengatasi saldo laba negatif yang di atas Rp 6 triliun. Elisa juga berhasil mengubah status Kol-5, ketidakmampuan membayar utang ke pihak bank hanya dalam tempo satu tahun. Hasilnya kemudian Garuda kembali mendapat kepercayaan kucuran kredit sebesar US$ 50 juta. Atas kerja keras dan prestasinya itu, Elisa terpilih sebagai Best of the Best CFO 2012 yang digagas Majalah SWA.

ADVERTISEMENT

Elisa, juga Riniwaty sebagai penulis sepertinya sengaja membatasi pembahasan kiprah Elisa semasa di Garuda. Intrik-intrik dan gesekan yang pernah terjadi antara Elisa dan Emirsyah Satar sebagai Dirut Garuda tak disinggung sama sekali. Hanya saja sejauh ini menunjukkan, sepak terjang Elisa sepenuhnya berada pada track yang benar. Semoga akan ada buku berikutnya yang lebih gamblang.

Selepas dari ITB pada 1985, Elisa Lumbantoruan mengawali karier sebagai tenaga sales di Astra Graphia selama 10 tahun. Selanjutnya dia berpindah-pindah perusahaan di bidang TI, dan pada usia 42 tahun meraih jabatan sebagai CEO PT Hewlett-Packard Indonesia, jaringan perusahaan IT dunia yang berpusat di Amerika Serikat. Prestasi ini membuatnya dilirik Menteri BUMN Sofyan Djalil untuk ikut membenahi Garuda Indonesia.

Elisa mundur dari Garuda pada 2013. Kiprahnya kemudian menjadi sorotan ketika diketahui menjadi CEO PT ISS Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang kebersihan dan perparkiran. Sebagian yang tak paham mungkin memandangnya sebelah mata, seolah turun derajat dari mengelola Garuda lalu mengurusi soal toilet dan lahan parkir. Namun secara objektif tidak demikian.

Dengan memadukan profesionalisme yang telah melekat dalam dirinya dengan nilai budaya Batak dan kekristenan yang dianutnya, Elisa diketahui sukses memotivasi puluhan ribu karyawan ISS. Dari semula menunduk malu saat ditanya profesinya, mereka menjadi bangga. Dari rasa bangga itu kemudian mereka mencintai pekerjaannya. Kantor Pusat ISS di Denmark pun kemudian mengadopsi langkah-langkah yang ditempuh Elisa karena terbukti mampu meningkatkan kinerja karyawan.

Kembali ke soal pentingnya adaptasi, Elisa Lumbantoruan melengkapinya dengan prinsip untuk senantiasa berpikir positif dan berfokus pada solusi. Prinsip ini, kata dia, akan mengurangi beban. Sebab setiap hal selalu memiliki sisi positif dan negatif. Tinggal kita mau memilih yang mana?

Terkait judul buku, "Simplify Complexity" menurut Elisa, dengan menyederhanakan kompleksitas artinya kita melihat suatu masalah atau keadaan apa adanya. Tanpa menyalahkan pihak lain apalagi menjebakkan diri pada konspirasi. Dia percaya dalam setiap masalah yang kompleks ada banyak solusi sederhana. Karena itu daripada sibuk menyalah-nyalahkan pihak lain, cepatlah mencari solusi terbaik melalui elemen-elemen yang ada dalam kontrol kita.

Dari sejumlah prinsip tadi, bagaimana seorang Elisa Lumbantoruan memandang posisi pekerjaan dan keluarga? Rupanya ia mengibaratkan keluarga sebagai bola dari kaca yang harus dijaga jangan sampai jatuh dan pecah. Jadi, keluarga adalah nomor satu. Ia menegaskan bahwa dirinya bekerja keras untuk keluarga. Dia harus menjaga kesehatan untuk keluarga. Pun termotivasi untuk melakukan sesuatu karena keluarga.

"Jadi, urusan keluarga tak pernah bisa saya kalahkan. Keluarga selalu menjadi prioritas utama saya," ujarnya.

Sementara pekerjaan diibaratkannya bola karet. Kalaupun jatuh tak akan pecah tapi memantul. Jadi tak perlu khawatir, kita akan selalu mendapatkan pekerjaan. "Kalau saya dipecat gara gara pekerjaan, i don't mind, pekerjaan bisa dicari," ujarnya.

(jat/fdl)

Hide Ads